Sungai Batanghari di Jambi Kembali Meluap

Sumber:Kompas - 22 Desember 2011
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Jambi, Kompas - Sungai Batanghari di Provinsi Jambi yang melintasi Kota Jambi, Rabu (21/12), kembali meluap dengan ketinggian sekitar 60 sentimeter. Luapan air itu menggenangi tiga wilayah kecamatan, yakni Telanaipura, Kasang, dan Palayangan, sehingga mengganggu mobilitas masyarakat setempat.
 
Dalam pantauan Kompas, Rabu (21/12), banjir itu berasal dari luapan Sungai Batanghari dan Danau Sipin yang berjarak sekitar 300 meter dari permukiman warga. Sejumlah rumah warga juga terendam banjir. Warga setempat yang keluar rumah untuk bekerja atau bersekolah, terpaksa menggunakan perahu karena banjir menggenangi daerah itu.
 
Menurut Hadi, warga kampung Pulau Pandan, Kecamatan Telanaipura, banjir di wilayah itu terjadi sejak tiga hari lalu. Tetapi, warga sudah mengantisipasi dengan memindahkan sejumlah barang berharga ke tempat yang lebih aman. ”Jika air makin tinggi, kami terpaksa mengungsi,” ujar Hadi.
 
Berdasarkan pantauan di Posko Pengamatan Tanggo Rajo, tinggi muka air Sungai Batanghari mencapai 13,30 meter, mendekati batas status Siaga setinggi 13,78. Kenaikan ini sudah mencapai lima meter bila dibandingkan satu bulan lalu berkisar 8,5 hingga 8,7 meter. Arus air sungai di sekitar pos juga cukup deras.
 
Kepala Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi, Apit Aris, mengaku telah mengantisipasi banjir dan longsor di wilayah Jambi. Di Kabupaten Kerinci misalnya, dikontrak rekanan yang segera bekerja membersihkan lokasi jika terjadi longsor. Namun, sejauh ini kondisi belum berbahaya
 
Di Wonosobo, Jateng, sebagian warga korban banjir bandang dan longsor di Dusun Sidorejo, Desa Tieng, Kecamatan Kejajar, masih enggan direlokasi. Alasannya, lokasi permukiman yang baru jauh dari ladang kentang milik mereka.
 
Hamdan (40), warga RT 2 RW 8, Desa Tieng, Rabu (21/12), minta diperbaiki rumah yang rusak berat akibat bencana. ”Permukiman yang jadi alternatif hunian baru lokasinya jauh dari kebun kentang. Jadi, pengawasan kebun bisa kurang,” ungkapnya di lokasi pengungsian Balai Desa Tieng.
 
Menurut Hamdan, bertani kentang menjadi satu-satunya pilihan bagi warga di dusunnya. Terlebih lagi, kebanyakan korban longsor adalah buruh tani yang diupah harian. Jika tidak bekerja, akan sulit bertahan hidup.
 
Bupati Wonosobo Kholiq Arief menegaskan, 72 keluarga di Dusun Sidorejo, termasuk 19 di antaranya yang kehilangan rumah karena disapu banjir harus segera direlokasi. Itu tidak bisa ditawar, sebab mereka tak lagi bisa kembali ke rumah. (ITA/GRE)


Post Date : 22 Desember 2011