Sumur Resapan Tak Populer

Sumber:Suara Pembaruan - 19 November 2008
Kategori:Air Minum

[JAKARTA] Eksploitasi air tanah secara berlebihan di Jakarta sulit dihindari karena minimnya suplai air bersih dari perusahaan air minum (PAM). Untuk memperlambat penurunan permukaan tanah akibat eksploitasi tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggalakkan pembuatan sumur resapan. Berbagai kendala yang ada membuat sumur resapan tak populer, sehingga belum banyak warga Jakarta memilikinya.

Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jakarta Barat mencatat hingga awal November 2008 hanya ada 750 unit sumur resapan dengan kapasitas sekitar 3 meter kubik per unit di wilayah tersebut. Kepala Seksi Sumber Daya Alam BPLHD Jakarta Barat, Zaky di Jakarta, Selasa (18/11), menyebutkan jumlah itu belum memadai.

Menurutnya, ada beberapa kendala yang dihadapi warga dalam pembuatan sumur resapan, seperti minimnya luas lahan dan biaya pembuatan yang mencapai Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta per unit.

Sementara itu, Kepala Seksi Pelaksana Suku Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan (P2B) Pemkot Jakarta Barat, Agus, mengatakan pihaknya belum pernah memberikan sanksi kepada pemilik rumah yang belum memiliki sumur resapan. Hanya saja, lanjut Agus, bagi warga yang akan mendirikan rumah baru, diwajibkan memiliki sumur resapan. Jika pemiliknya menolak, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tidak akan dikeluarkan.

Dari Jakarta Utara dilaporkan, padatnya unit permukiman dan industri membuat air tanah di wilayah itu terus disedot, meski telah tercemar. Kondisi itu diperparah dengan minimnya jumlah sumur resapan dan ruang terbuka hijau untuk menampung air saat hujan. Sedikitnya 150.000 warga kekurangan air bersih, karena air dari sumur bor tak layak dikonsumsi.

"Air tanah hanya untuk mencuci motor, tidak untuk dikonsumsi. Kami terpaksa membeli air Rp 1.000 per jeriken dari penjual air keliling. Kami juga tak mampu membuat sumur resapan sendiri," kata Jayadi, warga RW 4, Kelurahan Semper Timur, Jakarta Utara.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pertambangan DKI Jakarta, Peni Susanti menyatakan, saat ini sumur resapan tanah dangkal di Jakarta baru mencapai 36.000 titik. "Jumlah itu memang masih sangat jauh dari harapan. Partisipasi warga untuk membuat sumur resapan dan biopori akan sangat membantu penurunan permukaan tanah," katanya.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Jakarta Pusat, Chaerudin, mengatakan pihaknya belum bisa terlibat mengawasi pengambilan air tanah, karena aturannya tidak melibatkan pemerintah kota (pemkot). Dalam Perda No 6/1999, pengawasan pengambilan air tanah hanya dilakukan oleh Dinas Pertambangan. "Belum ada kepanjangan tangan dari Dinas Pertambangan di pemkot. Karena itu, kami belum bisa berbuat banyak terkait Perda tersebut," katanya. [Y-6/YRS/HTS/RBW/A-16]



Post Date : 19 November 2008