Sumur Resapan Mulai Dibangun

Sumber:Kompas - 22 Juni 2010
Kategori:Air Minum

CIREBON, KOMPAS - Sumur resapan kini mulai dibangun di sejumlah desa rawan kekeringan di wilayah Cirebon dan Majalengka. Keberadaannya akan menjadi penyangga kebutuhan warga akan air pada musim kemarau.

Menurut fasilitator pembangunan sumur resapan di Wilayah III Cirebon, Bambang Sasongko, Senin (21/6), pembangunan sumur itu dilakukan swadaya oleh masyarakat. Sumur itu menjadi pendamping sumur dangkal yang dibangun Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk dan Cisanggarung dengan dana APBN.

Sumur resapan di antaranya sudah dibangun di Desa Kemarang, Kecamatan Greged, Kabupaten Cirebon, dan Desa Palasa, Kecamatan Palasa, Kabupaten Majalengka. Sejumlah sumur juga akan dibangun Kabupaten Cirebon, antara lain di Desa Astana, Klayan, dan Pasindangan (Kecamatan Gunungjati), Desa Surakarta (Kecamatan Kapetakan), dan Desa Suranenggala Kulon (Kecamatan Suranenggala).

Rudi, pejabat pembuat Komitmen 007 Pendataan Air Tanah BBWS Cimanuk dan Cisanggarung, mengatakan, jumlahnya sekitar 50 sumur.

Selama ini warga di desa-desa tersebut selalu kekeringan setiap kemarau. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, biasanya PDAM mendatangkan mobil tangki penyalur air bersih bagi warga.

Dengan sumur tersebut, diharapkan kebutuhan air minum warga terpenuhi. "Sumur dangkal yang dibangun BBWS sedalam sekitar 50 meter bisa menjadi sumber air warga. Adapun sumur resapan bisa menjadi cadangan air. Jadi, air nantinya tidak langsung terbuang karena bisa diserap tanah dan digunakan saat musim kemarau," kata Bambang.

Selama ini warga di pesisir mengaku kesulitan air. Casmadi, warga Suranenggala Lor, Kecamatan Suranenggala, mengatakan, air sumur kadang kering saat kemarau. Demikian pula dengan air dari PDAM.

Warga Bungko Lor, Kecamatan Kapetakan, bahkan hampir selalu berebut air pasokan dari PDAM pada musim kemarau. Pasokan air yang mereka temukan kerap kurang. Untuk memenuhi kebutuhan air, mereka biasanya membeli air dari pedagang air keliling seharga Rp 1.000 per dua jeriken ukuran 20 liter. "Meski Rp 1.000, itu cukup menjadi beban karena tak cukup dua jeriken. Dua tahun terakhir ini kami tak terlalu banyak mengeluarkan uang karena musim kemarau yang pendek," kata Casmadi, Sabtu lalu. (NIT)



Post Date : 22 Juni 2010