Air bersih menjadi sumber daya yang mulai langka di banyak daerah di Indonesia akibat konversi hutan di hulu dan perubahan areal vegetasi menjadi hutan beton di hilir.
Berbagai cara ditempuh untuk menghadapi krisis air, di antaranya dengan menggali air tanah dalam, tetapi air itu harus ditampung kembali agar suplainya berkelanjutan.
Nyatanya eksploitasi air tanah dalam yang berlebih telah mengancam keberlanjutannya dan keselamatan warga di perkotaan. Di Jakarta, misalnya, penyedotan air tanah dalam tanpa upaya pengisian kembali telah menyebabkan intrusi air laut hingga beberapa kilometer dari garis pantai.
Dampak negatif yang terjadi adalah amblesnya permukaan tanah dan korosi pada fondasi atau tiang panjang gedung-gedung tinggi. Ini harus diatasi dengan menerapkan aturan pembatasan penyedotan air tanah dalam dan membuat resapan buatan atau artificial recharge.
Seperti dikemukakan Kepala Bidang Kebutuhan Masyarakat Kementerian Negara Riset dan Teknologi Teddy W Sudinda, resapan buatan dilakukan dengan membangun sumur injeksi. Upaya ini akan dirintis di kantor pemerintahan di perkotaan.
Sebagai proyek percontohan dipilih kawasan Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang berlokasi di Jalan Thamrin, yang tahun lalu mengalami penurunan permukaan tanah akibat pengambilan air tanah. Hal serupa juga terjadi di Gedung Sarinah Jaya.
Pada survei terdahulu menggunakan geolistrik, diketahui struktur tanah di kawasan Thamrin terdapat lapisan akuifer atau penampung air sedalam sekitar 100 meter.
Untuk itu akan dilakukan pengeboran tanah hingga mencapai lapisan akuifer tersebut. Setelah dipasang casing kemudian dimasukkan pipa setebal 8 inci. ”Pembangunan sumur injeksi ini akan dilaksanakan pada Agustus mendatang,” ujar Teddy, yang juga menjabat sebagai Koordinator Pelaksanaan Pengembangan Teknologi Resapan Buatan.
Air limpasan
Dengan terbangunnya sumur injeksi ini, kelebihan air limpasan selama musim hujan dapat ditanggulangi dengan menampungnya di dalam sumur setelah melalui pengolahan sehingga kualitas air dapat memenuhi baku mutu air. Di sekitar sumur dibangun bak penampung dan pengolah air.
Pembangunan sumur injeksi ini oleh BPPT akan memakan waktu satu bulan dan masih dalam skala riset. Jika uji coba ini berhasil, akan dilanjutkan oleh Departemen Pekerjaan Umum untuk penerapannya di gedung pemerintah lainnya.
Namun, diakui bahwa biaya sumur injeksi ke akuifer air tanah dalam tidaklah murah. Untuk setiap 1 meter kedalaman pengeboran harus dikeluarkan dana hingga Rp 1,5 juta.
Penerapan teknologi ini juga perlu dukungan peraturan daerah dan petunjuk teknis pembangunan dan pengelolaannya. Yuni Ikawati
Post Date : 17 Juli 2009
|