Sumber Mata Air Sumber Sengketa

Sumber:Media Indonesia - 20 September 2005
Kategori:Air Minum
AIR menjadi sumber kehidupan. Akan tetapi, gara-gara sumber air pula terjadi silang sengketa. Apalagi kalau bukan memperebutkan yang paling berhak memiliki sumber air itu. Rebutan sumber air itu terjadi di Jawa Timur (Jatim) antara Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Batu dan PDAM Kota Malang.

Bahkan, PDAM Kota Batu mendesak PDAM Kota Malang segera membayar kompensasi penggunaan air dari sumber Banyuning dan Binangun di Kota Batu. Pasalnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Batu merasa sebagai pemilik sumber air itu, tapi tidak mendapatkan kompensasi dari Pemkot Malang.

Pemkot Malang beralasan, pemanfaatan air mengacu pada konstitusi UUD 1945. Di situ disebutkan: bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sepenuh-penuhnya untuk kepentingan rakyat.

Direktur Utama PDAM Kota Batu Zainul Arifin, kemarin, kepada Media menyatakan selama ini kedua sumber mata air itu dikelola dan dimanfaatkan oleh PDAM Kota Malang. "Dua sumber mata air itu dikelola secara gratis oleh Kota Malang," ujarnya.

Namun, kata dia, landasan hukum untuk menarik kompensasi atas penggunaan dan pemanfaatan sumber air belum ada. Dari situ kemudian dibahas rancangan peraturan daerah (raperda) tentang perlindungan dan pengelolaan sumber air.

Raperda itu, menurut rencana disahkan pada awal Oktober 2005. Meski baru tahap pembahasan, PDAM Kota Batu telah menyampaikan kepada Pemkot Malang agar segera membayar kompensasi penggunaan air yang diambil dari dua sumber tersebut.

Tuntutan itu, ungkap Zainul, merupakan konsekuensi atas raperda yang sedang dibahas dan akan disahkan menjadi peraturan daerah. Dalam raperda disebutkan kewenangan pengelolaan sumber air menjadi hak Pemkot Batu.

Ia mengaku, PDAM Kota Batu sudah sering mengundang PDAM Kota Malang untuk membicarakan masalah ini. Tetapi, undangan itu tidak pernah direspons. Kemudian, PDAM Kota Batu memberi tenggat waktu hingga awal Oktober 2005. Bila dalam batas waktu yang ditentukan tidak ada respons, jaringan pipa air PDAM Kota Malang akan diputus.

Apalagi, selama ini debit air yang diambil PDAM Kota Malang cukup besar, yaitu 371 hingga 500 liter per detik. Air itu disalurkan di bagian barat wilayah Kota Malang untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat setempat.

PDAM Kota Batu mempersilakan PDAM Kota Malang terus mengambil air dari dua sumber mata air itu. Tapi, teknisnya harus membayar kompensasi jasa bahan baku dan jasa lingkungan. "Jadi, PDAM Kota Malang harus membeli sumber air, bukan gratis," tegasnya.

Akibat terus didesak untuk membayar kompensasi pemanfaatan air, PDAM Kota Malang akhirnya luluh dan bersedia berunding. Mereka duduk satu meja menandatangani perjanjian pembayaran kompensasi pada Senin (12/9) lalu di kantor PDAM Kota Batu.

Kesepakatan itu menyatakan PDAM Kota Malang setuju membeli air Banyuning dan Binangun. Kompensasi yang harus dibayar PDAM Kota Malang sebesar Rp250 per meter kubik pada 2006. Jumlah itu akan naik menjadi Rp300 per meter kubik pada 2007, dan Rp350 per meter kubik pada 2008. Harga air tidak berubah selama PDAM Kota Malang tidak menaikkan harga ke pelanggan.

Menurut perhitungan, PDAM Kota Batu akan mendapatkan pembayaran sebesar Rp3,88 miliar dari PDAM Kota Malang. Perhitungan ini berdasarkan pada harga air per meter kubik Rp250, dari total pengambilan air sebanyak 500 liter kubik.

Ia mengatakan besarnya harga kompensasi itu tidak terlalu mahal bila dibandingkan dengan harga jual air PDAM Kota Malang ke pelanggan yang mencapai Rp1.200 per meter kubik.

Kalau PDAM Malang setuju dengan kesepakatan untuk membayar kompensasi, tidak demikian dengan Pemkot Malang. Alasannya, pemanfaatan sumber air itu berlangsung lama, sejak puluhan tahun lalu saat Kota Batu masih berstatus kecamatan menjadi bagian dari Pemerintah Kabupaten Malang.

Alasan lain, Pemkot Malang menyatakan bahan baku alam dikuasai sebesar-besarnya oleh rakyat. Semua rakyat berhak mengambil air, tidak terkecuali PDAM kota lain di luar lokasi sumber air itu.

Wakil Wali Kota Malang Bambang Priyo Utomo mengatakan seharusnya masalah itu dibicarakan terlebih dahulu karena menyangkut dua daerah. Meski demikian, ia mengaku belum mendapat laporan resmi dari Direktur Utama PDAM Kota Malang.

Sedangkan Direktur Utama PDAM Kota Malang Heryadi Sentosa, kemarin, menolak berkomentar saat ditanya tindak lanjut hasil kesepakatan itu dan ketidaksetujuan Pemkot Malang. "No, comment," ujarnya. (Bagus Suryo/N-3)



Post Date : 20 September 2005