|
Perusahaan yang 'mengeksploitasi' sumber mata air di Kabupaten Sukabumi, jumlahnya mencapai puluhan. Mulai dari perusahaan berskala kecil, menengah hingga perusahaan raksasa. Di antaranya menggunakan merek dagang Ades, VIT, Aqua, dan sederet merek lainnya. Keberadaan perusahaan AMDK tersebut, di satu sisi membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui lapangan kerja. Namun di sisi lainnya, masyarakat juga khawatir akan adanya dampak negatif dari eksploitasi air tersebut. Ancaman yang berdampak pada kelestarian lingkungan hidup itu akan jadi kenyataan bila tidak ada upaya pencegahan. Menurut Kasie Operasional dan Pengelolaan Data Balai PSDA Sungai Cisadea-Cimandiri, Adang Muchlis, di Sukabumi ada sekitar 46 mata air yang sudah dimanfaatkan. Mata air tersebut, kata dia, paling banyak dimanfaatkan oleh perusahaan AMDK. '' Pemanfaatan mata air oleh perusahaan AMDK ini mencapai sekitar 45 persen,'' ujarnya. Sisanya, kata Adang, banyak dimanfaatkan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kab Sukabumi dan Kota Sukabumi, hotel, agroindustri, perkebunan, dan sejumlah perusahaan lainnya. '' Untuk PDAM sendiri pemanfaatannya cukup besar yaitu sekitar 40 persen. Jadi yang 15 persen sisanya dimanfaatkan untuk kebutuhan lainnya,'' paparnya. Adang menuturkan, perusahaan AMDK yang beroperasi di Kabupaten Sukabumi berjumlah sekitar 13 perusahaan. Seluruh perusahaan AMDK tersebut, kata dia, banyak beroperasi di Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi. '' Sebenarnya jumlah mata di sini bisa mencapai dua kali lipat dari yang telah dimanfaatkan tersebut,'' cetusnya. Perusahaan yang akan memanfaatkan sumber air itu, kata Adang, harus mendapat izin dari gubernur Jabar. Para pemilik perusahaan AMDK, kata dia, tidak bisa mengambil dan memanfaatkan air dari mata air tersebut sebelum mendapatkan surat izin pengambilan dan pemanfaatan air (SIPPA) dari Pemprov Jabar. '' Berdasarkan Perda No 10 Tahun 2001 tentang Pengambilan dan Pemanfaatn Air Permukaan pembagian keuntungannya 70 persen untuk daerah dan 30 persen untuk provinsi,'' imbuhnya. Adang mengungkapkan, volume air dari mata air yang diambil oleh pemilik SIPPA, rata-rata mencapai 400 ribu meter kubik per bulannya. Untuk Maret 2004, valome air yang diambil mencapai sekitar 402.892 meter kubik, dengan nilai perolehan air (NPA) sebesar Rp 263.426.951. Adapun besarnya pajak yang diambil oleh pemerintah sekitar 10 persen dari NPA tersebut. Sementara itu, Ketua Dewan Pendiri LSM Rosella Club, Erwin Hidayat, mengatakan, berdirinya perusahaan air minum dalam kemasan di Sukabumi memberikan kontribusi yang cukup baik terhadap penyerapan tenaga kerja. Namun demikian, kata dia, di sisi lain ada kekhawatiran sebagian masyarakat dengan hadirnya perusahaan-perusahaan tersebut. Tanpa upaya konservasi, kata Erwin, diperkirakan kandungan potensi air hanya akan cukup untuk lima hingga 10 tahun ke depan. Ia menilai, perhatian pihak perusahaan terhadap upaya konservasai masih lemah. '' Memang para pengusaha itu sudah membentuk wadah dengan nama Jaringan Kerja sama Konservasi Kawasan Gunung Salak (JK3GS). Namun hingga saat ini belum terlihat aksinya,'' paparnya. Sedangkan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi David U Tampubolon, mengatakan, debit air di sejumlah mata air di Kabupaten Sukabumi, terus merosot sejak beberapa tahun terakhir. Salah satu penyebabnya yaitu maraknya penggundulan hutan. Berdasarkan data Dinas Kehutanan, kata dia, saat ini ada sekitar 450 mata air di Kabupaten Sukabumi. Untuk program tersebut, kata David, pemkab telah mengalokasikan dana Rp 200 juta, yang berasal dari dana alokasi umum (DAU) Pemkab Sukabumi. Setiap mata air, kata dia, membutuhkan dana Rp 25 juta untuk program perlindungan. Post Date : 10 Mei 2004 |