|
Pemerintah Kota Bekasi meresmikan unit pengolahan samah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang dan TPA Sumur Batu. Gunungan sampah setinggi hampir 25 meter di situ akan dikurangi dengan teknologi pengolahan sampah bantuan Bank Dunia dan Pemerintah Belanda melalui PT Gikoko Kogyo Indonesia yang akan mengubah sampah TPA Bantargebang dan TPA Sumur Batu menjadi sumber energi listrik. "Kami juga akan membuat sebuah unit pengolahan sampah menjadi bahan pupuk atau kompos," ujar Wali Kota Bekasi Mochtar Mohamad kepada wartawan di TPA Sumur Batu, Bekasi, baru-baru ini. Menurut Wali Kota, unit pengolahan sampah dengan teknologi canggih itu sudah dipersiapkan melalui riset cukup panjang dan benar-benar memperhatikan aspek kesehatan lingkungan masyarakat sekitar TPA. "Sekarang ini sudah disiapkan sebuah alat yang akan menyedot gas metan dari bawah sampah. Gas itu kemudian dengan proses kimia serta teknologi yang sudah disiapkan akan diubah menjadi sumber energi listrik dan kompos," ujarnya. Dengan kemampuan mengolah sampah menjadi sumber energi seperti itu, Pemkot Bekasi akan memiliki potensi lain sebagai sumber pemasukan kas daerahnya karena produk energi seperti listrik dan pupuk yang dapat dihasilkan tentunya akan dijual ke masyarakat. Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Setiap aktivitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Jumlah atau volume serta jenis sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang atau material yang digunakan sehari-hari. "Selama ini sampah hanya ditumpung dan menggunung, sekarang kami akan menghasilkan uang dari sampah TPA," tuturnya. Pakar instalasi limbah dan sampah Nasrulah Sulistio menjelaskan, sampah dapat dibagi menjadi dua yaitu sampah organik biasa disebut sampah basah dan sampah nonorganik atau sampah kering. Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau lainnya. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar bahan organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, dan daun. Sedangkan, sampah nonorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. "Sebagian zat nonorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam. Sedangkan, sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya botol kaca, botol plastik, tas plastik, dan kaleng," paparnya. Dikatakan, untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu alternatif pengolahan yang benar. Teknologi landfill yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah lingkungan akibat sampah justru memberi permasalahan lingkungan baru. Kerusakan tanah, air tanah, dan air permukaan sekitar akibat air lindi, sudah mencapai tahap membahayakan kesehatan masyarakat. Khususnya dari segi sanitasi lingkungan. Gambaran paling mendasar dari penerapan teknologi lahan uruk saniter (sanitary landfill) adalah kebutuhan lahan dalam jumlah yang cukup luas untuk tiap satuan volume sampah yang akan diolah. Teknologi ini memang direncanakan untuk suatu kota yang memiliki lahan dalam jumlah yang luas dan murah. Kenyataannya, lahan di berbagai kota besar di Indonesia dapat dikatakan sangat terbatas dan dengan harga yang tinggi pula. Dalam hal ini, penerapan lahan uruk saniter sangatlah tidak sesuai. [E-5] Post Date : 18 November 2008 |