|
Bau busuk bercampur pesing menyengat dari bawah jembatan Tinggi permukiman Kali Banjir Kanal Barat, Jakarta Pusat. Timbunan sampah menutupi permukaaan kali. Hampir setiap saat, ada saja kucuran air dari bibir jembatan yang berasal dari orang-orang yan g buang air kecil. Kosim (67) dan Agus (30) berupaya membersihkan sampah-sampah di permukaan kali itu. Setiap harinya, mereka diupah sebesar Rp 35.000,- oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta. Pada awalnya, pembersihan sampah dilaksanakan lima orang pekerja. Akan tetapi, Dinas PU melakukan perampingan hingga jumlah pekerja tinggal dua orang. Sambil bertelanjang dada, Kosim dan Agus terjun ke air, lalu mendorong sampah-sampah yang padat agar hanyut terbawa aliran sungai. Beberapa kali Kosim harus mengeluarkan tenaga ekstra ketika mendorong sampah sampah kayu. Sampah sampah berupa kayu jauh lebih susah di dorong, katanya. Bersama Agus Kosim bekerja mulai pukul 08.00 hingga sore hari. Sudah dua minggu lamanya mereka membersihkan sampah-sampah yang menumpuk di Kali Banjir Kanal Barat. Sampah sampah itu semula menutupi sekitar 500 meter persegi permukaan kali. Banyaknya sampah membuat keduanya sampai dapat berjalan di atas timbunan sampah tanpa tercebur ke air. Ketika Ia sedang bekerja, deretan sampah terus berdatangan dari hulu. Maka, pekerjaan mereka pun sepertinya tak pernah membuahkan hasil. Sampah terus terlihat menumpuk. Pekerjaan membersihkan sampah di kali bukannya tanpa bahaya. Tubuh Kosim dan Agus kerap menggigil karena kedinginan. Selain airnya dingin, arus bawah air yang deras mempersulit kerja mereka.Kalau tidak terbiasa bekerja di kali, salah salah bisa terseret arus , kata Kosim yang telah menjalani pekerjaan ini sejak delapan tahun lalu. Sewaktu arus bawah air mulai deras, Agus berupaya menggapai-gapai batu atau kayu besar yang tersangkut supaya tubuhnya tidak terseret arus. Beling-beling di timbunan sampah juga beresiko melukai kakinya. Beberapa kal Agus melihat telapak kakinya untuk memastikan beling tidak menusuk kakinya. Meskipun beresiko berat, Agus mengaku pekerjaan ini harus dijalaninya. Tak ada pilihan lain. Cari kerja susah, kata ayah dari tiga anak ini. Sehari-harinya, Agus bekerja tidak tetap. Erkadang Ia memulung sampah, atau membantu kerja borongan. Pekerjaan menyingkirkan sampah di kali memang tidak dilakukannya setiap hari. Hanya berdasarkan permintaan dari Dinas PU setempat. Adapun Kosim sehari-hari bekerja sebagai pemulung kardus bekas. Dari pekerjaan itu , Kosim memperoleh uang sebesar Rp 200.000,- dalam seminggu. Kalau kardus itu dijual , saya bisa dapat tambahan hingga Rp 700.000, katanya. Bagi Kosim, pekerjaan menyingkirkan sampah telah biasa ia jalani. Ketika tinggal di Palembang, Kosim sering mendapat tugas untuk membersihkan sampah di sungai. Meski terbiasa dengan pekerjaan ini, Kosim mengakui bahwa pekerjaan ini tetap membutuhkan kehati-hatian ekstra. Sampah-sampah yang telah dilepaskan dari ikatannya kemudian terseret arus menuju ke muara sungai, yaitu Laut Jawa. Menurut Makmur, salah satu Petuga PU, sampah-sampah di kali tersebut sulit untuk disaring oleh alat pengangkut sampah (ekskavator). Akibatnya, sampah diteruskan ke Laut Jawa. Ekskavator tidak mampu mengangkut sampah yang begini banyak. Lagi pula, biaya menerjunkan ekskavator ke sini sangat mahal. Maka, kita merekrut pekerja upah harian, katanya. Post Date : 20 Januari 2004 |