|
BAGI warga kampung ini, MCK tersebut ibarat tetenger yang menyimpan cerita. Dulu sebelum MCK dibangun, warga langsung membuang limbah rumah tangga (buang air) ke sungai.Tapi kini,warga telah sadar dan menggunakan MCK sebagaimana mestinya. Warga bahkan mampu mengolah limbah yang mereka hasilkan sendiri menjadi air bersih yang siap digunakan untuk mandi dan minum. Menurut Ketua RW VIII Kelurahan Sawunggaling Gunungsari II Surabaya H Waras, di perkampungan ini terdapat empat buah MCK. Untuk memperoleh air bersih, air limbah dari empat MCK tersebut dialirkan lalu ditampung dalam sebuah kolam dengan ukuran panjang 2,5 meter; lebar 1,5 meter; dan kedalaman 1,25 meter. Di dalam kolam dibuat sekat- sekat untuk membentuk bak-bak yang berfungsi sebagai penyaring aliran limbah secara bertahap. Penyaring dalam bak pertama kolam penampungan adalah batu dan kerikil. Sementara bak kedua diberi serabut kelapa dan pasir. Pada bak ketiga diberi duk (rambut sapu ijuk). Pada bak keempat diberi serabut kelapa dan pasir lagi. Lalu pada bak kelima, air limbah yang sudah mengalami empat saringan itu diberi obat yang berfungsi untuk membunuh kuman dan bakteri.Saat proses pengolahan ini pertama kali dilakukan, setelah melalui tahap kelima, air hasil saringan diuji coba ke laboratorium. Hal ini untuk memastikan kualitas dan kelayakan air hasil saringan untuk dikonsumsi. ”Dulu bau airnya sangat menyengat karena air yang disaring berasal dari got. Tapi setelah dibiarkan dua bulan, air tersebut akhirnya bisa dipergunakan,” ujar H Waras dengan bibir tersenyum. Pada bak keenam, air limbah diberi tawas yang dicampur dengan ijuk untuk proses penjernihan. Di bak ketujuh dan ke delapan, air limbah diberi campuran ijuk, kerikil, pasir, dan tawas. Bak terakhir merupakan tempat air yang sudah bersih dan siap dipergunakan.” Air ini siap dimanfaatkan,” ujar Waras sembari mengambil air dari bak yang dasarnya dikeramik itu. Agar air mudah digunakan, dari bak penampungan terakhir air dipompa menuju ke tandon air yang diletakkan di atas kolam.Air dari tandon ini menurut H Waras sebenarnya sudah bisa digunakan untuk keperluan minum. Namun, sebagian besar warga masih belum bersedia karena merasa belum mantap meminum air yang berasal dari limbah rumah tangga. ”Padahal, penyaringan yang kami lakukan lebih bagus dari pada proses penyaringan di PDAM Kota Surabaya. Proses kami lebih alami dan bisa membunuh kuman-kuman. Sementara air penyaringan PDAM berasal dari kali. Di situ ada tinja yang berarti lebih kotor,” kata laki-laki setengah baya ini meyakinkan. H Waras mengakui ide pengolahan limbah rumah tangga ini berawal dari salah seorang pakar lingkungan ITS. Sang pakar menemui warga dan menjelaskan proses membuat penyaringan air limbah rumah tangga menjadi air bersih. Proses tersebut memerlukan biaya Rp25 juta. Tawaran itu segera saja disambar.H Waras mengaku jengah dengan tudingan masyarakat dan pemerintah bahwa warga setren kali adalah penyebab utama pencemaran Kalimas karena pola hidup yang tidak sehat. Dengan setengah nekat, warga mengajukan permohonan dana kepada Pemkot Surabaya untuk membiayai terobosan pembuatan air limbah menjadi air bersih. Alhasil, pada Oktober 2008 dana yang diminta Rp25 juta pun cair. Segera setelah itu, warga bahu-membahu mengerjakan proyek sedikit demi sedikit secara bertahap. Temuan ini telah diresmikan warga setren kali yang tergabung dalam ’Paguyuban Warga Setren kali Surabaya’. Peresmian pengolahan limbah ini dihadiri warga dari Kebraon, Bratang, dan Medokan Semampir. Acara tersebut juga didatangi perwakilan dari Asian Centre for Human Rights (ACHR),Somsook dari Bangkok,Thailand, Antonio Ismail arsitek senior dari Bali,dan Ketua Komisi C DPRD Surabaya Armudji. Saat itu perwakilan ACHR Somsook mengatakan,penemuan warga setren kali merupakan cerminan bahwa warga setren kali tak bisa dipandang sebelah mata.Sebab faktanya, warga setren kali bisa berubah. Imron, warga kampung itu,mengaku sangat terbantu dengan penyulingan air limbah yang dijadikan air bersih ini. ”Saya memanfaatkan air ini untuk mandi, mencuci, dan memasak di rumah,” terangnya. Selain Imron, di kampung ini terdapat 25 KK (100 warga) yang memanfaatkan air sulingan dari limbah rumah tangga tersebut. (arief ardliyanto) Post Date : 02 Februari 2009 |