|
Penyakit berbasis lingkungan khususnya yang berkaitan dengan air (related water borne diseases) seperti DBD, diare, kecacingan dan polio, masih mendominasi prevalensi penyakit di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah belum diterapkannya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS); masyarakat masih berperilaku buruk dan tidak sehat seperti buang air besar sembarangan (BABS/open defecation) antara lain di kebun, sungai, dan lokasi sejenisnya. Data Susenas, 2007 menunjukkan bahwa rumah tangga tidak menggunakan fasilitas BAB adalah 24,8% dan 58,9% punya sendiri, sisanya menggunakan fasilitas bersama dan/atau fasilitas jamban umum. Hasil pembangunan sanitasi hingga lima tahun lalu menunjukkan bahwa penghentian perilaku buang air besar bukanlah merupakan pekerjaan mudah. Proporsi penduduk BABS tidak menunjukkan penurunan yang berarti. Sampai kemudian pada tahun 2005, melalui fasilitasi proyek Water Supply and Sanitation Policy Formulation and Action Plan (WASPOLA), Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) mendapat kesempatan melakukan kunjungan kerja ke Bangladesh untuk mempelajari sebuah pendekatan baru yang dikenal sebagai pendekatan Community Led Total Sanitation (CLTS). CLTS merupakan suatu upaya menghilangkan perilaku buang air besar sembarangan (BABS) melalui perubahan kesadaran masyarakat atau sisi permintaan (demand). Hal ini berbeda dengan pendekatan sebelumnya yang menekankan pada sisi penarawan (supply), yaitu menyediakan subsidi baik berupa dana maupun jamban/toilet. Asumsi utama dari CLTS bahwa perilaku BABS disebabkan oleh masih rendahnya kesadaran masyarakat dan bukan karena faktor akses kepada fasilitas. Kekhawatiran ini kemudian mendorong Pokja AMPL Nasional dengan difasilitasi WASPOLA untuk mengadakan Lokakarya Nasional Konsolidasi Pembelajaran Pelaksanaan Pembangunan Sanitasi dengan Pendekatan Berbasis Masyarakat di Indonesia di Lido Kabupaten Bogor Jawa Barat pada tanggal 17-19 Februari 2009. Lokakarya tersebut telah menjadi ajang saling berbagi pengalaman diantara penggiat Stop BABS sehingga didapatkan beragam pembelajaran dan praktek unggulan (best practices). Melalui lokakarya ini, diharapkan dapat dihasilkan suatu kesepakatan tentang upaya-upaya menjamin keberlanjutan program CLTS ke depan. Menyadari pentingnya hasil lokakarya tersebut, kemudian mendorong Pokja AMPL Nasional, dengan dukungan WASPOLA dan Sekretariat STBM untuk mendokumentasikannya agar pembelajaran yang diperoleh tidak hanya dipahami oleh peserta lokakarya semata tetapi juga menyebar ke seluruh pemangku kepentingan. Beberapa hasil studi dokumentasi, kunjungan ke lokasi kegiatan, diskusi dengan Pokja AMPL dan Sekretariat STBM turut melengkapinya. DAFTAR ISI : Post Date : 30 Maret 2011 |