|
Sampah tak selamanya jadi barang yang tak bermanfaat. Di tangan Sri Hartatik, sampah plastik bisa jadi pendulang uang. Jadi barang yang mampu menembus pasar ekspor. Penampilan Sri Hartatik tak ubahnya seperti ibu muda pada umumnya. Saat ditemui di rumahnya di Jalan KH Agus Salim V/8 Kota Kediri, sekitar pukul 14.30, ibu dua anak ini Hartatik sibuk dengan pekerjaan rutin yang digelutinya. Mengenakan jilbab hitam dipadu baju muslim warna putih bermotif bunga, wanita ini sibuk memilah sampah plastik yang menumpuk di halaman rumahnya. Membersihkan benda berbentuk botol dan gelas plastik tersebut. Aktivitas tersebut sudah digelutinya sejak 2003. Sepulang dari mengajar di MTs Al Mahrusiyyah, dia selalu menekuni hal itu. Memilah sampah plastik yang menumpuk berdasarkan dan warnanya. Kemudian, sampah-sampah itu digiling di satu alat hingga menjadi bijih plastik. Sampah hasil gilingan itu kemudian dikirim ke perusahaan di Jakarta dan Surabaya. Di perusahan tersebut, sampah plastik yang sudah diolah kemudian diekspor ke Hongkong. Selanjutnya dijadikan bahan untuk karpet ataupun busa yang digunakan untuk bahan bad cover (dakron). Sebenarnya, wanita ini adalah pemilih perusahaan bernama UD Tunggal Putra Mandiri. Tapi, Hartatik tidak canggung turun membantu karyawan yang kebanyakan berasal dari pemuda pengangguran, ibu rumah tangga, dan wanita tua itu. Dia juga tak canggung bergelut dengan sampah yang kotor dan kusam. "Tujuan pertama saya mendirikan usaha pengolahan sampah plastik ini untuk membantu anak-anak yang nganggur dan nenek-nenek yang sudah tidak bisa bekerja berat lagi," terangnya. Usaha pengolahan limbah sampah plastik itu dipelajari dengan cara otodidak pada akhir 2003. Dia saat itu hanya bermodalkan cerita dari saudara suaminya, M. Subhan, yang tinggal di Jakarta. Saudara suaminya itu bercerita kalau sampah plastik bisa diolah. Hartatik kemudian mencoba menelesuri cerita itu. Beberapa perusahaan pengolah plastik di Jakarta didatanginya. Mencari tahu plastik macam apa yang diinginkan perusahaan-perusahaan tersebut. Hasilnya, Hartatik mengetahui kalau sampah plastik ternyata punya puluhan jenis. Yang diketahuinya hampir 99 macam. Karena itu sampah plastik tersebut perlu dipilah agar tidak tercampur sebelum diolah. Setelah mendapat informasi yang cukup, dan mendapat perusahaan yang mau menerima sampah plastik hasil olahannya, Hartatik kemudian mulai merintis usaha. Halaman rumah yang hanya seluas sekitar 4 ru (1 ru = 14 meter persegi) dijadikan tempat menimbun sampah plastik. Sedangkan pasokan sampah plastik diperolehnya dari Kediri, Trenggalek, Nganjuk, dan Ponorogo. "Saya itu tinggal menerima saja. Sedangkan yang memasok sampah ada sendiri," ujarnya. Usaha pengolahan limbah Hartatik ini kemudian berkembang pesat. Karyawannya yang awalnya hanya sepuluh orang terus bertambah. Saat ini tak kurang dari 60 karyawan dimilikinya. Usaha penyortiran sampah plastik juga tidak dilakukan di rumahnya saja. Tetapi hingga di daerah Tamanan, Kelurahan Mojororoto. Hal ini untuk memenuhi permintaan dari perusahaan di Jakarta dan Surabaya. Karena setiap bulan hartatik harus menyetor sampah plastik tiga kali. Satu kali pengiriman jumlahnya 5-6 ton sampah plastik yang sudah diolah. "Satu kali pengiriman keuntungan bersihnya sekitar Rp 5 juta," akunya. Apresiasi terhadap upaya wanita kelahiran Kediri, 6 Juni 1975 ini layak diberikan. Sebab, dia tak hanya membantu pemerintah dalam pengolahan sampah anorganik yang susah diuraikan. Tapi juga mampu mencari solusi dalam mengatasi pengangguran. Selain itu, Hartatik bisa mengharumkan nama Kediri setelah dinobatkan sebagai peringkat ketiga Pemuda Pelopor bidang kewirausahaan. Atas prestasinya pada 28 Oktober 2008 itu, Hartatik memperoleh piala dan sejumlah uang pembinaan. Serta janji akan mendapat bantuan usaha dari pemerintah provinsi. "Saya kalahnya itu karena administrasi manajemen saya yang kalah bagus," akunya. Meski hanya juara ketiga, tetapi Hartatik mengaku puas. Karena tujuan utamanya mendirikan usaha pengolahan limbah plastik itu bukan mencari prestasi tetapi membantu mengurangi pengangguran. Sayang, upaya mengentaskan pengangguran di Kota Kediri masih terganjal modal. Cekaknya modal yang dimiliki membuat usaha pengolahan limbahnya tidak bisa berkembang dengan pesat. Sebab, modal yang digunakan berasal dari pinjaman bank swasta yang bunganya relatif tinggi. "Uang hasil mengirimkan barang itu selalu habis untuk bayar cicilan ke bank dan kebutuhan sehari-hari," keluhnya. Untuk itu, guru yang mengaku mengajar Agama Islam dan Fisika ini mengharapkan adanya dukungan dari pemerintah Kota Kediri untuk permodalan. Kredit lunak dengan bunga rendah diharapkan bisa diperoleh dengan mudah. Sehingga pengembangan usaha bisa dilakukan. "Saya sekarang hanya bisa menunggu kapan ada kredit lunak untuk saya," harapnya. Sementara itu, Mbah Laminah, 57, salah satu pekerja mengaku sangat tertolong dengan adanya usaha pengolahan limbah sampah oleh Hartatik. Karena dengan begitu, dia bisa mendapatkan uang tanpa harus menggunakan ijazah atau keahlian. "Ya cukup buat makan sehari-hari," ujarnya. (RULLY PRASETYO) Post Date : 05 Desember 2008 |