Jakarta, Kompas - Rencana pembuatan sodetan dari Sungai Ciliwung ke Kanal Timur akan segera direalisasikan. Sodetan itu diproyeksikan bisa beroperasi tahun 2014.
Demikian dikatakan Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Mohammad Hasan di Jakarta, Senin (21/1).
Sodetan yang diperkirakan membutuhkan anggaran Rp 500 miliar ini juga akan dilengkapi saringan sampah, pintu air, dan rumah pompa.
Hasan mengatakan, sodetan ini terdiri atas dua pipa berdiameter 4 meter dengan panjang 2,15 kilometer. Sodetan akan terletak tepat di bawah jalan kecil di samping Sekolah Tinggi Ilmu Statistik dan di bawah Jalan Otista III. Dengan demikian, pembebasan lahan yang harus dilakukan tidak terlalu banyak.
Sodetan ini baru bisa dialiri air Ciliwung secara alami dalam kondisi tertentu. Masalahnya, letak Sungai Ciliwung berada di bawah Kanal Timur. Kondisi itu, antara lain, apabila terjadi hujan periode 10 tahunan dan tinggi air mencapai 11,7 meter dari titik elevasi Priok. Jika ketinggian air belum mencapai titik itu, sodetan tidak bisa dilalui.
Kini, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air sedang memikirkan untuk memanfaatkan air Sungai Ciliwung guna mengisi Kanal Timur saat kemarau. ”Rumah pompa yang akan dibangun di mulut sodetan berguna untuk memompa air Sungai Ciliwung untuk mengisi Kanal Timur yang kering,” ujar Hasan.
Hasan menjelaskan, Kanal Timur merupakan proyek kali hijau yang harus dipelihara keindahannya. Namun, saat kemarau, volume air di Kanal Timur sangat sedikit sehingga kanal ini tidak terlihat indah. Untuk menjaga debit air di Kanal Timur, air dari Sungai Ciliwung akan dipompa ke Kanal Timur.
Selain rumah pompa dan pintu air, di mulut sodetan juga akan diberi saringan agar sampah tak masuk ke aliran Kanal Timur.
Penyebab jebolnya kanal
Dalam kesempatan itu, Hasan juga menjelaskan penyebab jebolnya dinding Kanal Barat di Jalan Latuharhary hari Kamis lalu.
Menurut dia, pilar besar yang ada di tengah Kanal Barat ternyata menciptakan titik lemah di tepian kanal tersebut. ”Pilar jembatan layang Kuningan yang menuju ke Jalan HOS Cokroaminoto itu cukup besar dan terletak di tengah kanal. Air yang menabrak pilar itu lalu terlempar ke tepi kanal. Lama-kelamaan tepian kanal tidak mampu menahan empasan air yang terus-menerus,” ujar Hasan.
Pada Kamis itu, debit air di Kanal Barat sangat besar. Selain hujan yang cukup deras dan lama di Jakarta, debit air Kanal Barat juga dipenuhi air dari Bogor. ”Debitnya saat itu lebih dari 500 kubik per detik. Ini sangat besar,” kata Hasan.
Debit air yang besar itu juga membuat permukaan air pada Kamis pagi hanya berjarak 10 sentimeter dari bibir sungai. Dengan kondisi seperti itu, di titik lemah bibir sungai, yakni yang terkena empasan air dari pilar jembatan, semakin tidak kuat menahan air.
Hasan mengatakan, keberadaan baliho iklan di tepi sempadan sungai juga berpengaruh terhadap jebolnya Kanal Barat. ”Memang keberadaan baliho itu tidak berpengaruh secara langsung pada aliran sungai. Namun, saat dinding sungai diempas aliran air yang terlempar dari pilar jembatan, tanah di daratan tidak cukup kuat membantu menahan dinding sungai,” ujarnya.
Angin yang sering menerpa papan baliho, lanjut Hasan, tentu memengaruhi struktur tiang yang ditanam di dalam tanah sehingga terjadi pergerakan tanah. Memang belum ada aturan untuk aliran air buatan seperti Kanal Barat ini.
Meski demikian, aturan di sungai-sungai alam tidak boleh ada bangunan di daerah sempadan sungai. Untuk sungai yang sudah ditanggul, kawasan bebas bangunan berjarak 3 meter dari bibir tanggul, sedangkan untuk sungai yang belum ditanggul jaraknya sekitar 15 meter.
Mengenai tingginya permukaan air saat debit sungai sangat besar, Hasan mengatakan sedang mempertimbangkan untuk meninggikan tanggul Kanal Barat.
Tak bisa parsial
Penanggulangan banjir tidak bisa dilakukan secara parsial. Penanganan banjir harus komprehensif melibatkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
”Hal yang penting diperhatikan, penanganan banjir harus dilakukan secara komprehensif, melibatkan semua pihak,” kata anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Teguh Juwarno, di Jakarta, Senin.
Selain itu, pendekatan yang dilakukan dalam penanggulangan banjir juga harus berkelanjutan. Pemerintah seharusnya membuat sebuah program berkelanjutan dengan menetapkan target penyelesaian banjir yang jelas. Misalnya dengan menargetkan tahun 2016 DKI Jakarta harus bebas banjir.
Untuk itu, Komisi V mengagendakan rapat kerja gabungan khusus untuk membahas penanganan banjir Jakarta. Rapat akan mengundang Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, serta tiga gubernur. Tiga gubernur yang akan dipanggil adalah Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, dan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.(ARN/NTA)
Post Date : 22 Januari 2013
|