|
Bekasi, Kompas - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Bekasi tidak lagi saling lempar tanggung jawab soal buruknya pengelolaan tempat pembuangan akhir sampah Bantar Gebang. Meskipun, pengelolaan TPA itu sudah diserahkan kepada pihak ketiga yang disepakati kedua belah pihak. Untuk itu, Bekasi dan DKI diminta segera membentuk tim pengawasan bersama guna mengawasi dan mengevaluasi kinerja pengelola tempat pembuangan akhir (TPA) Bantar Gebang di lapangan dan menyerahkan laporan secara rutin kepada para wakil rakyat itu. Demikian kesimpulan rapat kerja antara Komisi B DPRD (membidangi Ekonomi dan Pembangunan) dan Pemkot Bekasi serta Pemprov DKI Jakarta di Gedung DPRD Kota Bekasi, Rabu (5/1). Pihak PT Patriot Bekasi Bangkit (PBB) sebagai pengelola TPA Bantar Gebang sedianya juga hadir dalam pertemuan itu, tetapi tidak seorang pun pimpinannya hadir. Mereka beralasan surat undangan tidak sampai. Menurut Sekretaris Komisi B Affandi yang didampingi anggotanya, Tumai, kondisi lingkungan hidup dan kegiatan pembuangan sampah di TPA Bantar Gebang tidak banyak berubah dari tahun sebelumnya, ketika masih dikelola langsung oleh Dinas Kebersihan DKI. Dari hasil kunjungan anggota DPRD ke lokasi pembuangan sampah seluas 108 hektar itu ditemukan bahwa air sampah masih mencemari air bawah tanah dan sungai sekitarnya akibat drainase dan instalasi pengolahan air sampah tidak berfungsi maksimal. Selain itu, banyak alat berat yang tidak layak beroperasi atau sering rusak sehingga kerap terlihat antrean panjang truk sampah yang hendak membuang muatannya. Yang lebih parah lagi, alat timbangan di pintu masuk guna mengetahui berat sampah yang dibuang setiap harinya rusak satu tahun ini. Akibatnya, penghitungan volume sampah yang juga berdampak pada penghitungan tipping fee yang ditetapkan Rp 52.500 per ton tidak tepat. "Saat ditanyakan siapa sesungguhnya yang bertanggung jawab terhadap masalah yang masih ada di TPA, kesannya Bekasi dan DKI malah saling lempar tanggung jawab. Kalau kondisinya seperti itu terus, sampai kapan pun pengelolaan TPA tidak akan pernah lebih baik. Sesuai perjanjian, untuk masalah teknis di lapangan memang tanggung jawab PT PBB. Tetapi seharusnya DKI dan Bekasi ikut mengawasi juga," kata Affandi. Pihaknya, lanjut Affandi, juga menyesalkan sikap pimpinan PT PBB yang tidak pernah menghadiri rapat. Bahkan, Komisi B pernah mengusir staf PT PBB yang hadir karena dinilai tidak bisa mengambil keputusan penting dalam rapat dengan pihak-pihak terkait. "Kami sudah meminta Wali Kota menegur PT PBB. Jika panggilan terakhir nanti mereka tidak datang juga, ya kami akan minta aparat kepolisian memanggil paksa. Sekarang kami sedang menunggu tim pengawasan yang akan dibentuk Bekasi dan DKI," ujar Tumai. (ELN) Post Date : 06 Januari 2005 |