|
Siang yang panas di Kota Padang membawa Cilok (34) ke keran air milik Perusahaan Daerah Air Minum Padang yang berada di muka Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Padang. Segera diputarnya keran air itu dan diraupnya air untuk diminum. Segar...,” kata Cilok seusai mengambil beberapa tangkup air dari keran. Air mengalir dari sebuah pipa besi berdiameter sekitar 5 milimeter. Cilok mengaku tak pernah merasakan sakit perut atau keluhan lain ketika mengonsumsi langsung air itu sejak tahun 2006, ketika keran itu pertama dibangun Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Air dibiarkan mengalir ke dua ember hitam yang dibawanya. ”Untuk air minum pengunjung kedai,” ujar Cilok. Sehari-harinya, air dari keran yang dibangun PDAM itu memang menjadi pemenuh kebutuhan air minum untuk deretan pedagang sepanjang Pantai Padang, di sepanjang Jalan Samudera. Air itu tidak khusus untuk pedagang, tetapi disediakan gratis untuk konsumsi umum. Sebelum ada air siap minum itu, pedagang yang menggelar dagangan sejak tahun 1980-an memanfaatkan air dari sebuah sumur yang tidak jauh dari keran itu. Air dari sumur harus dimasak sebelum dikonsumsi. Keran air yang ada saat ini setidaknya ikut membantu pedagang menghemat bahan bakar untuk memasak air. Bagi pejalan kaki, wisatawan, atau orang yang kebetulan melintas di Jalan Samudera, penyediaan air siap minum itu sangat bermanfaat. Keran air bisa berfungsi sepanjang hari, kecuali jika listrik padam. Begitu berlimpahnya stok air di situ membuat Cilok juga mengisi penuh galon air untuk dibawa pulang. Di rumahnya, sekitar 500 meter dari keran itu, kebutuhan air minum warga juga dipenuhi dari air PDAM. ”Air leding di rumah tidak bisa langsung diminum. Harus dimasak dulu,” papar Cilok. Di Kota Padang hanya ada tiga keran—atau yang juga disebut depot—yang menyediakan air siap minum. Selain di Jalan Samudera, keran air siap minum juga ada di Balaikota Padang, dan Kantor PDAM Padang. Dari ketiga lokasi air siap minum, gratis pula, hanya keran di tepi Pantai Padang inilah yang banyak dimanfaatkan orang. Padahal, nilai investasi pengadaan satu keran air Rp 20 juta. Gaya hidup Penyediaan air minum gratis ini tidak semudah dibayangkan. Setelah problem teknis untuk menciptakan air siap minum, dipecahkan, kini giliran soal gaya hidup masyarakat. Terbentuk citra bahwa air minum harus dibeli, atau harus dimasak dulu. Jargon bahwa air tanah tidak layak konsumsi, air keran masih mengandung bakteri, dan air dari PDAM yang belum layak minum, membuat upaya menyediakan air bersih siap minum menjadi begitu ruwet. Itu sebabnya, rencana PDAM Kota Padang menyediakan lima depot air bersih siap minum rupanya hanya bisa dilaksanakan di tiga lokasi. Dua lainnya ditolak oleh instansi yang akan ditempati. ”Sebuah rumah sakit menolak halus, dengan cara menyediakan tempat di bagian belakang rumah sakit, yang juga dipakai sebagai tempat pembuangan. Tentu kami tolak karena air yang sudah kami sediakan ini pasti tidak berguna,” kata Reri L Tanjung, Direktur Teknik PDAM Kota Padang. Selain sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan, penyediaan depot-depot air untuk umum ini merupakan sebuah alat uji penerimaan masyarakat pada air bersih siap minum. Hasilnya, penyediaan air bersih siap minum belum bisa diterima sepenuhnya. Di Balaikota Padang, pegawai negeri yang tergolong terdidik saja belum banyak menyentuh keran air itu. Begitu pula di Kantor PDAM Kota Padang sebagai ”tuan rumah” program tersebut. Akhirnya, penyediaan air bersih siap minum untuk kebutuhan rumah tangga secara komersial di Kota Padang juga tertunda-tunda. Padahal, investasi penyediaan jaringan air bersih siap minum tidak sedikit. PDAM harus mengganti seluruh pipa air agar bebas dari kebocoran. Zonasi Salah satu solusi yang direncanakan PDAM Padang untuk memberikan layanan air bersih siap minum secara komersial adalah menyediakan zona air bersih siap minum, seperti yang dilakukan di beberapa kota, antara lain Jakarta dan Medan. Sebelum perbaikan kebocoran pipa air selesai, akan dibangun instalasi pengolahan air khusus untuk satu kawasan berikut jaringan pipa yang terpisah dari jaringan pipa yang sudah ada. ”Dengan investasi besar, sayang sekali kalau air bersih siap minum itu hanya digunakan untuk mencuci mobil atau mandi. Karena itu, butuh kesiapan masyarakat untuk menggunakan air bersih ini,” papar Reri. Dengan investasi tambahan, dampaknya tentu terhadap tarif langganan air yang lebih mahal ketimbang tarif biasa. Tetapi, jika dihitung sebagai penghematan energi untuk memasak air, harga air bersih siap minum boleh jadi jauh lebih murah daripada jika harus memasaknya sebelum dikonsumsi. Untuk menyediakan 1.000 liter air bersih siap minum, dibutuhkan biaya pengolahan Rp 1.500. Jika dibandingkan dengan air mineral isi ulang yang harganya mencapai Rp 3.000 per galon 20 liter, harga air PDAM itu masih murah. Secara teknis, Reri mengaku PDAM siap melayani permintaan air bersih siap minum bagi 100, bahkan 1.000 keluarga, yang ingin mendapatkan pelayanan ini. Hanya saja, menurut Reri, perlu pengelompokan masyarakat di suatu tempat yang ingin mendapatkan air bersih siap minum. Alasannya untuk menghindari kecemburuan sosial. Agnes Rita Sulistyawati Post Date : 10 Maret 2008 |