|
BANDUNG, (PR).Penanganan masalah sampah di Kota Bandung dan sekitarnya memang bukan hanya sekadar masalah teknologi lagi. Namun, saat ini, yang paling penting adalah masalah lokasi tempat pembuangannya. Demikian dikatakan ketua Komite Pemantau Korupsi Nasional (Konstan) Drs.Imam Hermanto, Minggu (7/5), di kantor Konstan Jln. Reog Raya Bandung, menanggapi pernyataan Menristek Kusmayanto Kadiman yang menyatakan uang retribusi sampah Kota Bandung dikorupsi ("PR", Minggu 7/5). "Saya pikir, sebagai menteri, Kusmayanto jangan asal menuduh dan menyalahkan saja. Seharusnya kasih jalan keluarnya. Ada apa dengan Menristek. Padahal ia sendiri pernah diperiksa Kejagung bersama Ade Warsita dalam perkara kasus mark up foto udara APHI," ujar Hermanto. Lebih lanjut Hermanto menyatakan, berdasarkan laporan yang diterima dari Pemkot Bandung, uang retribusi sampah yang selama ini dikelola PD Kebersihan, masih berada dalam kas pemkot. "Walaupun uang ada, namun jika tempat untuk membuang sampah tidak ada, mau dibuang ke mana. Kalau dalam teknologi 2x2=4. Tapi, kalau sampah tidak semudah itu. Walaupun ada tapi harus ada persetujuan masyarakat. Contohnya di Cipatat, yang hingga saat ini dari KLH belum ada kejelasannya," katanya. Berdasarkan laporan yang diterima Konstan, hingga saat ini Pemkot Bandung masih berusaha keras mencari jalan keluar dalam penanggulangan sampah selain mencari tempat atau lahan yang akan dipakai untuk menjadi TPA. "Saya pikir, soal alat dan teknologi adalah masalah nomor 2. Yang pertama adalah tempatnya. Jika teknologi ada dan tempat tidak ada, masa tempatnya harus di alun-alun," ujarnya. Hermanto mengatakan, sebagai masyarakat Bandung, pihaknya menyarankan kepada Pemkab Bandung dan Pemkab Garut untuk memberikan izin sementara. "Kab. Bandung seharusnya memberikan izin sementara, seperti yang telah dijanjikan kepada Pemkot Bandung dan Garut di Rancasalak." Terus disubsidi Senada dengan Konstan, Forum Dinamika Bandung (FDB) juga menilai tudingan yang menyebut Pemkot Bandung tidak serius dalam penanganan masalah sampah dan cenderung menghamburkan uang untuk kepentingan lain, adalah tuduhan yang sangat tidak berdasar, "Kami menilai, sejauh ini Pemkot Bandung dan PD Kebersihan justru bergulat menangani sampah dalam keadaan yang sangat memprihatinkan, yaitu kekurangan dana dan kesulitan mencari lokasi TPA," kata Koordinator FDB, Zainul Mustafa Affandi. Berdasarkan data yang dihimpun FDB, PD Kebersihan sebagai badan usaha milik daerah yang menyelenggarakan jasa pelayanan kebersihan, sedang menghadapi defisit yang cukup besar. Dalam empat bulan terakhir saja, jumlah pendapatan dan jasa kebersihan yang diatur berdasarkan SK Wali Kota Bandung No. 644/2002, hanya mencapai 50-52%, sehingga Pemkot Bandung masih harus menutup kekurangan biaya operasional 50% setiap bulannya. Data yang didapat FDB, dari kelompok rumah tinggal yang pada Januari ditargetkan 328.882 wajib retribusi, hanya 177.371 yang membayar kewajibannya dengan total pendapatan Rp 534 juta. Dari ilustrasi pendapatan itu, PD Kebersihan yang pendapatan rata Rp 1,1 miliar/bulan, harus menutupi kekurangan biaya operasional Rp 2,5 miliar/bulan. Pada tahun anggaran 2005 lalu, misalnya, Pemkot Bandung melalui APBD telah mengucurkan dana bantuan untuk PD Kebersihan Rp 16,8 miliar, untuk menutupi kekurangan biaya operasional PD Kebersihan. Menyinggung masalah penanggulangan sampah yang semakin menggunung. Zainul mengatakan, yang harus dilakukan saat ini adalah mencari dan menentukan lokasi TPA baru, karena TPA Cicabe dan Pasirimpun sudah tidak memadai. "Kota Bandung tidak punya lahan yang memadai untuk lokasi TPA. Namun, di wilayah Kab. Bandung tersedia banyak lokasi yang memadai. Tapi, sejauh ini belum jelas lokasi mana yang dari aspek tata ruang dan lain-lainnya akan diizinkan pemkab," kata Zainul. (B.31/A-62) Post Date : 08 Mei 2006 |