Sleman Darurat Air Minum

Sumber:Kompas - 09 Agustus 2011
Kategori:Air Minum

YOGYAKARTA, KOMPAS - Memasuki musim kemarau, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, mengalami kondisi darurat air minum. Sebab, hingga saat ini, sumber mata air Umbul Wadon di Plunyon, Kali Kuning, bagian selatan lereng Gunung Merapi, belum bisa dialirkan untuk memenuhi kebutuhan warga.

”Di bawah Umbul Wadon terdapat sabo kuning I A yang rusak dan nyaris jebol. Karena itu, jika Umbul Wadon dieksplorasi, dikhawatirkan sabo di bawahnya justru akan jebol,” kata Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Sleman Widi Sutikno, Senin (8/8), di Sleman.

Untuk mengatasi hal ini, setelah Lebaran, Pemerintah Provinsi DIY dan Pemkab Sleman akan membangun bak penampungan air dan instalasi pengolahan air minum di Dam Ngipiksari. Dengan dana Rp 8 miliar, ditargetkan pembangunan instalasi air minum ini baru akan selesai pada Desember.

”Dari Dam Ngipiksari akan disalurkan air sebanyak 60 liter per detik untuk kebutuhan masyarakat Kabupaten Sleman dan 60 liter per detik untuk kebutuhan masyarakat Kota Yogyakarta,” ujarnya.

Selama ini, pengadaan air minum warga Sleman di sebelah selatan Gunung Merapi sekadar mengandalkan sumur bor dari bawah tanah. Proses pengadaan air ini dinilai kurang efektif karena biaya eksplorasi air menggunakan sumur dalam lebih mahal.

Setiap hari, untuk mengalirkan air dari sumur bor membutuhkan biaya sekitar Rp 800.000. Sementara itu, proses pengaliran air dari mata air lebih murah karena hanya mengandalkan gravitasi bumi.

Warga di sekitar mata air Sedalem, Desa Mudal, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, mempersoalkan rencana pengambilan air oleh PDAM Boyolali di mata air itu. Mereka meminta kompensasi kepada PDAM karena selama ini warga yang merawat keberadaan mata air tersebut.

Ketua RW VII, Desa Mudal, Kecamatan Boyolali, Timotius Heru Sanyoto, Senin (8/8), mengatakan, belum ada kesepakatan dengan warga perihal pemanfaatan mata air untuk PDAM. ”Dulu memang pernah ada pertemuan pada Maret 2010, tetapi itu sebatas sosialisasi,” kata Heru.

Menurut dia, selama ini warga yang merawat keberadaan mata air dengan debit 150 liter per detik itu. Oleh karena itu, warga harusnya mendapat kompensasi dari PDAM.

Sekitar 36 keluarga di areal tersebut selama ini memanfaatkan mata air untuk keperluan sehari-hari, seperti mandi dan mencuci. (ABK/UTI)



Post Date : 09 Agustus 2011