|
jakarta, kompas - Rusaknya daerah tangkapan air, terutama situ, terjadi di seluruh Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Berdasarkan data dari Direktorat Sungai, Danau, dan Waduk Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum tahun 2006, saat ini total situ di Jakarta dan sekitarnya hanya tersisa 30 persen. Itu terjadi karena faktor alam dan alih fungsi secara sengaja oleh manusia. "Awalnya terdapat 2.337 hektar total situ yang telah membentuk kawasan ekologi sendiri-sendiri. Namun telah terjadi penyempitan lahan hingga 875 hektar sehingga kawasan situ se-Jabodetabek kini tinggal 1.462 hektar," kata Kepala Subdirektorat Perencanaan Teknis Direktorat Sungai, Danau, dan Waduk, Direktorat Sumber Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum, Budi Santosa, Jumat (8/12). Berdasarkan data dari Direktorat SDA, sebenarnya terdapat 381 situ di seluruh Jabodetabek. Di DKI Jakarta terdapat 25 situ, Kabupaten Bogor 94 situ, Kota Bogor 160 situ, Depok 60 situ, Tangerang 24 situ, Kabupaten Bekasi 14 situ, dan Kota Bekasi empat situ. Sebagian situ menghilang karena pendangkalan parah, sengaja ditimbun, atau mengalami penyempitan karena berbagai hal. Sisa 875 hektar kawasan situ se-Jabodetabek juga terus terancam. Sebagian besar situ justru tak berwujud dan tampak seperti kubangan kecil. Itu terjadi karena maraknya penyerobotan oleh warga, perusahaan, bahkan instansi pemerintah untuk dijadikan kawasan perumahan, industri, maupun tanah garapan. Sejak empat tahun lalu, misalnya, situ-situ di DKI Jakarta telah rusak dan yang masih berfungsi sebagai penyangga atau penampung air tinggal 40 persen. Kerusakan situ semakin meningkat dalam dua tahun terakhir. "Kerusakan situ diawali pembukaan kawasan hijau di sekelilingnya. Kawasan itu difungsikan untuk menangkap, menyimpan, dan mengendapkan sebagian hasil serapan di kedalaman situ," ucap Budi Santosa. Pengikisan kawasan hijau secara semena-mena terjadi pascakebangkitan reformasi pada tahun 1997. Alih fungsi terjadi di sekitar situ bahkan tepat di tengah situ dengan cara penimbunan. Dampaknya, selama 10 tahun ini DKI Jakarta dan sekitarnya selalu diterjang banjir, bahkan dua kali dalam satu tahun. Kekeringan pun mengancam silih berganti dengan banjir. Kualitas air dan udara bertambah buruk tanpa ada lagi sarana alami yang mampu menetralisir racun dari berbagai aktivitas kendaraan bermotor, pabrik, dan segala efek pembangunan. (nel) Post Date : 09 Desember 2006 |