Situ Cisalak, Nasibmu Kini...

Sumber:Suara Pembaruan - 27 September 2005
Kategori:Drainase
Sudah 17 tahun Ida Hidayatullah (45) tinggal di Perumahan Taman Duta, Cisalak. Sedikit pun dia tidak tahu bahwa dua ratus meter dari tempat tinggalnya ada dua situ (danau alami) yaitu Situ Pangarengan (Cisalak) dan Situ Gadog (Cisalak Pasar). Ida dan keluarganya baru tahu di samping perumahan tempat tinggalnya itu ada situ setelah ribut-ribut berita tentang kematian Devi Permatasari (6), warga RT 05/RW 08 Kelurahan Cisalak, Sukmajaya, akibat DBD (demam berdarah dengue), awal Agustus lalu.

"Selama ini, setahu saya tempat tinggal kami ini dikenal sebagai daerah banjir. Bahkan air kali yang membelah perumahan ini bisa meluap sampai ke rumah walau tidak ada hujan di Depok. Saya sendiri tahu dari cerita orang saja bahwa dulunya kawasan Taman Duta ini memang sebuah danau besar, daerah irigasi, yang kemudian mendapat izin Kabupaten Bogor dan dibangunlah perumahan. Sampai sekarang masalah banjir ini belum bisa diatasi oleh Pemkot Depok karena masalahnya sudah sangat kompleks," kata Ida yang terpaksa harus betah tinggal di situ karena sudah cocok dengan para tetangganya.

Dalam berbagai pemberitaan di surat kabar dan televisi, Devi dikabarkan meninggal akibat lokasi rumahnya dekat dengan Situ Pangarengan Cisalak yang kondisinya sangat jorok, penuh sampah, dan sangat memprihatinkan. Tak hanya Devi yang menjadi korban DBD, tetapi juga ibunya Oom (39), dua kakaknya masing-masing Asep (18) dan Abdul Rasyid (14). Namun, hanya Devi yang tengah duduk di kelas satu SD III Pasar Cisalak itu yang menghadap Ilahi.

Situ yang disebut-sebut sebagai sumber nyamuk aides aegepty, nyamuk penyebab demam berdarah, sebenarnya kurang tepat bila dikatakan sebagai sumber nyamuk pembunuh. Karena nyamuk aides aegepty lebih suka tinggal di tempat yang bersih. Sedangkan situ yang menurut warga Cisalak disebut sebagai Situ Cisalak itu kini telah menjelma menjadi tempat pembuangan sampah.

Ketika Pembaruan berada di lokasi Senin (26/9), beberapa keluarga Oom, termasuk adik dan kakaknya Mulyani (36) dan Nemi (42) mengatakan, Situ Cisalak itu tadinya disebut Situ Bunder karena dulunya bentuknya bundar dan bersih, tempat orang menanam bibit ikan. Keluarga Oom sejak lahir sudah tinggal di daerah situ. "Kami sekeluarga tinggal di daerah sini sebelum ada perumahan. Dari zaman kakek kami. Dulu kakek kami punya bagian lahan di danau ini tapi sudah dijual kepada yang lain. Sekarang kami tidak punya andil di situ ini. Warga di sini sering mengeluh karena banyak sekali lalat pada siang hari dan nyamuk pada malam hari," kata Oom, ibu almarhumah Devi.

"Sekarang kondisinya lihat saja sendiri, jadi tempat pembuangan sampah. Situ ini ada pemiliknya, itu tuh, sebagian milik pabrik tahu yang di depan sana," katanya menunjuk ke seberang. "Sedangkan situ yang sudah jadi padat karena sampah milik Bu Haji yang tinggalnya di Tebet (Jakarta Selatan). Dia menerima sampah buangan dari perumahan," Oom dan Nemi menjelaskan.

Lokasi Situ Cisalak yang di dekat rumah Devi itu berada persis di sebelah jalan Kenanga VIII, Taman Duta. Kalau tidak diberi petunjuk, Pembaruan pun tak akan tahu, bahkan mungkin tak seorang pun bakal tahu bahwa di balik tembok-tembok rumah, di luar perumahan Taman Duta, yang termasuk wilayah Kelurahan Cisalak itu, terdapat sebuah situ alami yang seharusnya diperlakukan dan dirawat sebagai warisan alami. Situ Cisalak itu telah menjadi tempat pembuangan sampah, jorok, tumbuhan liar, tidak ada turapan dan dikelilingi tembok-tembok rumah. Situ masih bisa dilihat jelas melalui celah-celah halaman warga setempat.

"Sudah lama sekali situ ini tidak pernah dibersihkan. Setahu saya, tidak pernah ada pejabat yang melihatnya. Sebagai warga sini, jelas kami minta perhatian pemerintah untuk membersihkan danau ini. Kami tidak mau tertular penyakit dari sini," kata Nemi, seolah mewakili warga RW 08 Cisalak. Dia menambahkan, warganya juga tak ingin ada anak yang kecemplung karena tersedot rawa-rawa. Sebagian situ Cisalak itu telah dipenuhi pohon belukar yang di bawahnya berupa rawa-rawa.

Tak heranlah bila Ida Hidayatullah maupun ratusan penduduk di sekitar Taman Duta tidak pernah tahu bahwa beberapa ratus meter dari lokasi tinggal mereka sebenarnya ada warisan alami yang terlantar, tidak terpelihara, dan bisa menjadi sarang penyakit. Ida pun jadi maklum, mana mungkin Taman Duta bisa bebas banjir kalau semua saluran air mampet, situ sudah mengeras karena sampah dan limbah. Fungsi sebuah danau sebagai daerah resapan air jelas tidak berjalan.

Apalagi, dia juga mendengar kabar bahwa di bagian hulu Taman Duta sudah disekat-sekat sebagai hak milik pribadi sehingga jalannya air tidak lancar. Ditambah lagi, bagian hilir perumahan yang makin menyempit, membuat air hujan dan air kiriman tidak lagi tertampung di Kali Laya yang semakin mengecil. Danau yang mampet dan saluran air yang tidak beres, bila tak segera dibenahi membuat beberapa tahun lagi Perumahan Taman Duta kembali akan menjadi danau. Kali ini bukan danau asli tapi tenggelam akibat kelalaian manusia dan pejabat Pemkot yang lelet menanganinya. (R-8)

Post Date : 27 September 2005