|
Jakarta, Kompas - Munculnya banjir antara lain karena curah hujan yang tinggi dan lama dapat diprediksi kejadiannya lebih awal. Hal ini tercapai dengan menerapkan sistem pemantau cuaca dan iklim. Dengan memprakirakan ancaman hujan lebat berpotensi banjir, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kemudian juga membangun sistem peringatan dini banjir yang menjadi bagian dari Meteorology Climatology Early Warning Systems (MCEWS). Dijelaskan Sekretaris Utama BMKG, Andi Eka Sakya, Rabu (19/11), jejaring sistem radar digunakan untuk pemantauan gangguan cuaca di darat dan lingkup lokal. Untuk meliput seluruh Indonesia diperlukan total 23 radar. Kini telah terpasang 7 radar dan tahun 2008 ini menyusul di Jakarta, Bali, dan Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 2010 seluruh radar akan terbangun, begitu juga Sistem Peringatan Dini Cuaca dan Iklim Ekstrem. Penggunaan sistem radar cuaca di Indonesia bukan hal baru. Karena BMKG telah lama mengoperasikan 7 radar tipe S Band. Radar baru tipe C Band, jelas Andi, dapat menjangkau wilayah hingga radius 100 kilometer, untuk memantau awan hujan di suatu wilayah dan volume uap air berdasarkan citra 3 dimensi. ”Dengan radar ini, hujan dapat diperkirakan 2 hingga 3 hari sebelumnya sehingga peringatan dini jauh lebih cepat,” jelasnya. Penggunaan radar juga dapat mengetahui potensi terjadinya angin puting beliung 3 jam sebelum kejadian. Dalam jejaring MCEWS juga akan terhubung jejaring sistem penakar hujan digital dan stasiun cuaca otomatis, serta Tropical Cyclone Warning Center (TCWC). Sistem radar cuaca juga dibangun Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang terdiri atas enam radar jenis Doppler X-band serta C-band dan Wind Profiler. ”Dengan sistem radar, dinamika iklim juga dapat lebih dipahami,” ujar Fadli Syamsudin, Kepala Geostech BPPT. Radar C Band itu ditempatkan di Serpong, untuk membantu memprediksi kejadian banjir di kawasan Jabodetabek. (YUN) Post Date : 20 November 2008 |