|
[NUSA DUA] Sistem perdagangan multilateral akan diselaraskan dengan isu-isu lingkungan dalam rangkaian pembicaraan tingkat menteri di 13th Session Conference of Parties to UN Framework Convention on Climate Change (COP 13) dan 3rd Session Meeting of Parties to Kyoto Protocol (MOP 3), yang mulai berlangsung Senin (10/12). Penyelarasan antara perdagangan dengan isu-isu lingkungan itu sendiri disepakati oleh para menteri perdagangan akan dilakukan tanpa melupakan tujuan pembangunan. Hasil perundingan tentang isu-isu lingkungan dengan perdagangan akan dituangkan dalam Bali Roadmap. "Kita berharap pendekatan yang digunakan dalam isu-isu lingkungan tidak akan bertabrakan dengan kepentingan perdagangan dan pembangunan," ungkap Menteri Perdagangan RI Mari Elka Pangestu menjawab SP seusai konferensi pers Informal Trade Ministers Dialogue on Climate Change Issues, Bali, Indonesia, Minggu (9/12) sore. Ikut hadir dalam konferensi pers tersebut, antara lain Kepala Perwakilan Perdagangan AS Susan C Schwab. Mari Pangestu mengatakan, sistem perdagangan multilateral yang diupayakan selaras dengan isu-isu lingkungan itu diharapkan dapat bersifat nondiskriminatif. "Jangan sampai ada produk-produk baik berupa barang maupun jasa yang akhirnya dilarang dengan alasan melindungi lingkungan, sehingga akhirnya akan merugikan kita sebagai negara berkembang," ungkap Mari. "Pemerintah Indonesia berkepentingan bahwa produk-produk Indonesia yang dirasakan sudah ramah lingkungan dapat diekspor. Bagaimana mendefinisikan sebuah produk ramah lingkungan atau tidak, itu menjadi masalah dalam negosiasi," tambahnya. Mari Pangestu mengatakan Pemerintah Indonesia akan memastikan bahwa kapasitas-kapasitas yang dipersyaratkan dalam sistem perdagangan multilateral yang diselaraskan dengan isu-isu lingkungan akan dipenuhi. "Kita tidak mau ada hal-hal tidak transparan dan diskriminatif terjadi sehingga akan merugikan kita, meskipun hal itu ditetapkan atas nama 'ramah lingkungan' ataupun antisipatif terhadap 'perubahan iklim," ujar Mari. Silang Pendapat Diungkapkan, hingga kini masih terdapat silang pendapat tentang sistem perdagangan internasional yang selaras dengan isu-isu lingkungan. Misalnya, soal pengelolaan carbon footprint, pengurangan atau penghapusan hambatan perdagangan barang dan jasa lingkungan yang berfungsi mengatasi dan memfasilitasi adaptasi, penanganan isu transfer teknologi yang lebih efektif, pengurangan dan penghapusan subsidi yang berdampak negatif terhadap perubahan iklim, serta bagaimana membangun sistem perdagangan berdasarkan pasar yang efisien. Mari Pangestu menyebutkan, isu perubahan iklim bukan hanya isu lingkungan hidup, tetapi menyangkut isu pembangunan berkelanjutan termasuk pengentasan orang miskin. "Komitmen dan keinginan politis yang kuat sangat dibutuhkan untuk dapat memahami secara lebih baik serta membangun kepercayaan tentang hal itu, Komitmen serupa juga dibutuhkan untuk mendorong terwujudnya tujuan perdagangan internasional dan penanganan perubahan iklim yang saling mendukung," katanya. Di tempat yang sama, Susan C Schwab berpendapat perubahan iklim adalah isu yang kritis. "Sekarang adalah saat yang tepat untuk mengatasi keterkaitan antara aksi internasional pada perubahan iklim dengan perdagangan yang selama ini telah menjadi mesin pertumbuhan global," katanya. Menurut dia, perdagangan punya peranan untuk membuat pertumbuhan ekonomi serta pembangunan yang "ramah lingkungan". [E-9] Post Date : 10 Desember 2007 |