|
Bandung, Kompas - Sebanyak 60 persen dari total kerusakan jalan di Kota Bandung disebabkan banjir cileuncang. Minimnya anggaran menjadi salah satu kendala untuk memperbaiki jalan yang rusak akibat buruknya sistem drainase itu. Kepala Dinas Bina Marga Kota Bandung Rusjaf Adimenggala mengatakan hal itu di sela-sela Musyawarah Rencana Pembangunan Kota Bandung di Hotel Grand Pasundan, Rabu (7/11). Di daerah-daerah yang sering dilanda banjir cileuncang, kondisi jalannya mudah rusak. Cileuncang timbul akibat jeleknya sistem drainase yang dibangun pengembang perumahan. Pada awalnya permukaan jalan lebih tinggi dari lahan di sekitarnya dengan saluran drainase yang menuju ke sungai. Namun, pengembang meninggikan lahan agar perumahan bebas banjir. Sayangnya, kata Rusjaf, langkah ini tidak disertai dengan pembangunan drainase secara sistemik. "Air hujan dari perumahan dibuang begitu saja ke drainase jalan sehingga jalan mudah rusak. Padahal, drainase jalan hanya untuk menampung air hujan yang jatuh ke jalan," paparnya. Rusjaf juga menandai bahwa di daerah-daerah yang kerap dijadikan lahan pasar tumpah atau PKL, kondisi jalannya cepat rusak. Ini misalnya terjadi di sekitar Pasar Ciroyom, Kordon, dan Gasibu. "Tapi, secara umum kondisi jalan di Kota Bandung sudah jauh lebih baik. Pada tahun 2003, jalan yang rusak berat mencapai 40 persen, dan sekarang tinggal 4,1 persen," ujar Rusjaf. Panjang jalan di Kota Bandung mencapai 1.230,32 kilometer (km). Data di Dinas Bina Marga menyebutkan, tahun 2003 kerusakan jalan mencapai 222,6 km, sedangkan pada 2004 dan 2005 menurun menjadi masing-masing 172,98 km dan 147,27 km. Adapun tahun 2006 kerusakannya tinggal 123,1 km. Selama empat tahun terakhir pihaknya telah memperbaiki 347 km jalan. Namun, masih sulit mengharapkan kondisi jalan bebas dari kerusakan. Rusjaf menjelaskan, kerusakan jalan terbagi menjadi tiga tingkatan, yakni rusak berat, sedang, dan rusak ringan. Kerusakan ini amat bergantung pada volume kendaraan, tonase, dan kondisi lingkungan sekitar jalan. Setiap jalan mengalami siklus pembangunan, penambalan, perawatan rutin, dan peratawan berkala. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah agar kerusakan tidak semakin parah. Pihaknya mengakui belum mampu memperbaiki jalan sesuai dengan standar internasional, yakni 10-15 persen dari total kerusakan. "Kami baru mampu memperbaiki sebanyak 5 persen. Salah satunya karena anggaran kita masih kecil, hanya Rp 25 miliar-Rp 30 miliar per tahun" ujarnya. Sangat buruk Sekretaris Komisi C DPRD Kota Bandung Muchsin Al-Fikri mengatakan, kualitas jalan dan perbaikan jalan di Kota Bandung sangat buruk. Akibatnya, ketika salah satu bagian jalan diperbaiki, bagian lainnya sudah rusak. "Kalau dihitung-hitung, jumlah kerusakan itu tidak berkurang," ujarnya. Hal ini, kata Muchsin, diduga akibat besarnya pemotongan anggaran pembangunan dan perbaikan jalan. Biaya yang digunakan untuk membangun jalan sering kali tidak sampai 50 persen dari nilai proyek yang tercantum dalam anggaran. "Ini sudah menjadi rahasia umum. Untuk itu, pengawasan internal Dinas Bina Marga harus ditingkatkan. Begitu juga dengan pengawasan DPRD terhadap Dinas Bina Marga," kata Muchsin. Menurut Muchsin, pihaknya kesulitan untuk dapat mengawasi secara detail dan menyeluruh. Selain tidak memiliki kompetensi secara teknis, data yang disodorkan Dinas Bina Marga sering kali kurang transparan. "Kami terus berupaya agar tidak ada jalan yang rusak," kata Rusjaf. (MHF) Post Date : 08 November 2007 |