Pemerintah Kabupaten Tangerang menolak pengelolaan sistem bunker yang akan digunakan dalam mengelola sampah di Tempat Pengelolaan Sampah (TPST) Ciangir seperti yang diusulkan pemerintah DKI Jakarta. Sistem incinerator menjadi syarat mutlak yang diminta Kabupaten Tangerang untuk mengabulkan keinginanan DKI Jakarta membuka TPST di Ciangir.
Menurut Kepala Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kabupaten Tangerang Heri Heryanto sistem bunker membuat pengelolaan sampah tidak habis dikelola. Akibatnya sisa sampah akan menumpuk terus menerus dan bisa menyebabkan pencemaran.
Sementara sesuai dengan kesepakatan awal, TPST Ciangir dibuat dengan konsep ramah lingkungan. "Kami lebih setuju sistem incinerator," tegas Heri kepada Jurnal Nasional Senin (18/5).
Dengan sistem tersebut sampah dikelola dengan cara dibakar habis dengan menggunakan tungku khusus pembakaran sampah. Memang ada residu sampah setelah dibakar. Namun sisa tersebut menurut Heri bisa diolah kembali menjadi batu bata atau paving blok.
Oleh karena itu Heri berharap pemerintah DKI Jakarta mengurungkan niatnya memakai sistem bunker jika masih ingin membangun TPST di Desa Ciangir, Legok, Kabupaten Tangerang.
Heri memang mengakui, warga memang belum pernah melihat langsung sistem incinerator pengelolaan sampah. Studi banding yang pernah dilakukan dengan mengikutsertakan warga ke Bali bulan April lalu tidak memuaskan warga karena sistem di Gianyar dan Sanur tidak menggunakan teknologi pengelolaan mutakhir.
Penolakan dengan sistem bunker juga dinyatakan oleh Kepala Desa Ciangir Suherdi. Menurutnya apa pun sistem pengelolaan yang dilakukan harus mengacu pada sistem ramah lingkungan. "Sepengetahuan saya sistem bunker hanya mengolah sampah 30 persen menjadi kompos," kata Suherdi. "Mau dikemanakan 70 persennya jika menumpuk bertahun-tahun," tambahnya. Suriyanto
Post Date : 19 Mei 2009
|