Sipesat, Cara Depok Menuju Bersih

Sumber:Kompas - 14 Juni 2006
Kategori:Sampah Luar Jakarta
Masalah pengelolaan sampah atau kebersihan sebaiknya sudah merupakan prioritas pembangunan yang sejajar dengan pembangunan lainnya. Hal ini dirasakan belum seimbang jika melihat sebagian besar perencanaan kota atau kawasan belum mempunyai perencanaan sistem pengelolaan sampah yang profesional.

Untuk kasus Depok, dengan asumsi tiap jiwa menghasilkan sampah 2,25 liter dengan penduduk sekitar 1,4 juta jiwa, berarti Depok secara teoretis menghasilkan sampah sekitar 3.000 meter kubik per hari, walaupun dalam kenyataan timbulan sampah yang muncul diperkirakan jauh di bawah angka di atas.

Permasalahan pengelolaan persampahan perkotaan saat ini merupakan akibat dari berbagai perubahan yang cepat, baik dalam hal tatanan kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Perubahan yang cepat itu mengakibatkan beban tempat pembuangan akhir (TPA) sampah menjadi semakin berat.

Beban TPA yang semakin berat ditambah lagi dengan keterbatasan sarana dan prasarana pengolahan mengakibatkan konflik antara TPA dan masyarakat sekitar semakin meruncing. Beberapa kota besar sudah merasakan dampak dari penolakan itu, yaitu Jakarta (kasus TPA Bantar Gebang), Surabaya (TPA Seputih), dan Bandung (TPA Leuwigajah). Hal ini juga sudah mulai dirasakan secara langsung oleh masyarakat sekitar TPA Cipayung, Depok.

Melihat kecenderungan itu, maka opsi reduksi sampah perlu diketengahkan. Reduksi sampah atau bahkan sampai menyelesaikannya dapat dilakukan dari sumbernya, yaitu pada skala kawasan. Pengolahan dan pengelolaan dengan skala kawasan ini merupakan implementasi dari prinsip-prinsip baru 4R-P, yaitu reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (mendaur ulang), replace (mengganti barang berpotensi sampah ke arah bahan recycle), participation (pelibatan masyarakat), dan mengolah sampah untuk dijadikan bahan yang lebih bermanfaat, seperti kompos, briket, dan energi listrik.

Strategi implementasi

Prinsip 4R-P itu harus dapat segera diterjemahkan dalam program-program nyata di masyarakat, sehingga tidak hanya menjadi bahan penghangat diskusi di antara para intelektual dan pengambil kebijakan.

Saat ini, Pemerintah Kota Depok telah menetapkan pengelolaan persampahan menjadi salah satu program utama sebagaimana yang sedang diajukan dalam pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Implementasi pengelolaan dan pengolahan sampah Kota Depok dilakukan dengan tiga pendekatan.

Pertama, pendekatan skala TPA. Peranan TPA Cipayung sebagai tempat pembuangan akhir Kota Depok sementara masih diperlukan. Namun, beban sampah yang dibuang ke TPA makin terus direduksi sampai akhirnya fungsi TPA sebagai tempat pembuangan akhir berubah menjadi tempat komposting terintegrasi atau fungsi-fungsi lain yang lebih ramah lingkungan.

Selama masa transisi fungsi itu, maka perlu dilakukan langkah-langkah untuk mengoptimalisasi peranan sebelumnya. Beberapa hal dapat dilakukan, antara lain, melakukan pembenahan sistem pengangkutan menuju TPA yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok serta menyempurnakan pengolahan dan pengelolaan di TPA.

Kedua, pendekatan skala kawasan. Program yang dilakukan dengan pendekatan skala kawasan ini merupakan upaya untuk mengubah paradigma pengelolaan sampah yang lama, yaitu kumpul-angkut-buang menjadi kumpul-olah-manfaat. Program- program yang dilakukan adalah membangun unit pengolahan sampah (UPS) dalam skala kawasan di berbagai kawasan perumahan, kawasan permukiman penduduk, kawasan industri, pasar, dan berbagai areal publik lainnya.

UPS itu dibangun dengan dua model, yaitu model zero-waste untuk lahan yang luas (500 m2) dan model nonzero-waste untuk lahan yang sempit (500 - 2008 m2). Dari tempat pengolahan nonzero-waste ini, produk akan dikumpulkan dan diolah dalam UPS model zero-waste.

Ketiga, pendekatan skala masyarakat. Program yang sangat penting dalam pengelolaan persampahan adalah menyadarkan dan melibatkan masyarakat terutama pada tingkat rumah tangga untuk melakukan pemilahan sampah, walaupun upaya-upaya penyadaran masyarakat itu bukanlah pekerjaan yang mudah karena berkaitan dengan perubahan kultur dan cara pandang.

Namun, dengan melibatkan segenap potensi yang ada di masyarakat, seperti PKK, lembaga lansia, pramuka, karang taruna, majelis taklim, lembaga swadaya masyarakat, universitas, ulama, dan tokoh-tokoh masyarakat, yang bekerja secara terkoordinasi, terencana, dan berkesinambungan, diharapkan perubahan kultur dan cara pandang itu dapat terwujud.

Salah satu program yang tidak kalah pentingnya terkait dengan penyadaran masyarakat adalah memasukkan materi-materi mengenai pengolahan sampah pada setiap jenjang pendidikan di Kota Depok. Diharapkan anak-anak bangsa tersebut dapat memiliki cara pandang dan budaya yang lebih ramah lingkungan.

Untuk membangun sistem pengelolaan sampah di Depok, tiga model pendekatan tersebut akan dilakukan secara paralel hingga jumlah dan kapasitas UPS skala kawasan dapat menyerap seluruh sampah yang harus dibawa ke TPA.

Selanjutnya, masyarakat terus dididik untuk menjalankan fungsi pemilahan sampah, bahkan dapat dimotivasi untuk melakukan pembuatan kompos dalam skala kecil secara mandiri.

Menjadi aset

Sistem pengelolaan sampah Kota Depok yang lengkapnya disebut Sistem Pengolahan dan Pengelolaan Sampah Terpadu (Sipesat) merupakan implementasi dari sebuah cara pandang bahwa masalah dapat diubah menjadi aset. Dengan masuknya unsur teknologi, SDM, sistem, hukum, sosial, dan dana ke dalam Sipesat, sampah tidak lagi diletakkan sebagai sumber masalah, tetapi sebaliknya dipandang sebagai sumber daya yang dapat diolah dan dikelola untuk memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat, yaitu menciptakan lapangan kerja dan menghasilkan produk berpotensi rupiah.

Manfaat yang sedemikian besar merupakan aset bagi masyarakat dan Pemerintah Kota Depok untuk membangun kota yang berwawasan lingkungan (ecocity).

Manfaat dari Sipesat dapat berupa manfaat langsung, yang dapat dinikmati oleh masyarakat berupa produk olahan, dan manfaat tidak langsung.

Manfaat langsung yang dapat diambil, antara lain, kompos, bahan daur ulang, dan abu. Hasil pencacahan sampah organik setelah melalui proses dekomposisi akan menghasilkan kompos.

Kompos dapat dijual kepada petani dan menghasilkan uang. Selanjutnya, penggunaan kompos sebagai pupuk organik oleh petani dalam berbagai usaha tani akan menciptakan lapangan kerja baru sekaligus menghasilkan produk pertanian bermutu tinggi dan bernilai rupiah.

Barang-barang yang berpotensi sebagai produk daur ulang dari sampah perkotaan pada umumnya seperti besi, aluminium, karton, kertas, dan berbagai jenis plastik. Jenis sampah ini dapat dikumpulkan dan dijual kepada para pengusaha yang bergerak di bidang daur ulang untuk menghasilkan uang. Pengolahan produk daur ulang oleh para pengusaha tersebut akan menciptakan lapangan kerja baru dan menghasilkan produk yang berpotensi rupiah.

Berbagai jenis sampah yang tidak dapat didaur ulang dan diolah menjadi kompos, yang volume umumnya 3-8 persen dari total volume sampah, selanjutnya dibakar secara ramah lingkungan dan menghasilkan abu. Abu tersebut sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan batako, genting, atau dimanfaatkan untuk abu gosok.

Oleh karena itu, abu dapat dikumpulkan dan dijual kepada para pengusaha untuk menghasilkan uang. Pengolahan abu oleh para pengusaha akan menciptakan lapangan kerja baru dan produk yang berpotensi nilai rupiah.

Sementara itu, manfaat Sipesat secara tidak langsung, antara lain, mengurangi ketergantungan pada TPA secara bertahap karena sampah diolah langsung pada sumbernya, sampah dikumpul dan diolah pada hari yang sama sehingga tidak menimbulkan timbunan sampah yang berbau busuk, teknologi pengolahan dapat dibuat sesederhana mungkin oleh masyarakat sehingga tidak tergantung pada produk impor yang maintenance-nya mahal dan tidak memberikan multiflier effect yang signifikan bagi perekonomian masyarakat. Selain itu, manfaat Sipesat yaitu mampu melibatkan masyarakat meskipun berpendidikan rendah untuk dilatih kedisiplinan kerja menjadi tenaga kerja Sipesat, mengurangi biaya pengolahan dan pengelolaan sampah kota, dan meningkatnya peran aktif masyarakat dalam mengolah sampah serta kesadaran masyarakat tentang manfaat daur ulang.

Sipesat Kota Depok merupakan program yang melibatkan masyarakat, swasta, dan pemerintah daerah. Peran serta swasta dan masyarakat sangat penting terutama dalam penyediaan lahan untuk pengolahan skala kawasan, tenaga kerja, maupun dari sisi pendanaan.

Saat ini telah terbangun satu unit Sipesat di RW 11, Kelurahan Tugu Cimanggis, Depok, dan ada 17 tempat lagi di Depok yang siap untuk dibangunkan unit ini.

Salah satu pihak yang siap dalam penyediaan lahan adalah Universitas Gunadarma yang merencanakan 3.000 meter kubik lahannya di Kecamatan Cimanggis. Selain instansi, ada juga perorangan yang bersedia menyediakan lahan, yaitu salah satu petani tanaman hias di Kecamatan Sawangan.

Adapun pihak swasta yang berkomitmen untuk mendukung program ini dari segi pendanaan antara lain Bank Jabar, Taspen, dan PLN. Nur Mahmudi Ismail Wali Kota Depok

Post Date : 14 Juni 2006