|
[BANDUNG] Banyaknya jumlah penduduk Jawa Barat membuat Pemerintah Singapura tertarik untuk melakukan kerja sama dalam bidang water and waste management (pengelolaan air dan sampah). Kemungkinan kerja sama itu dibahas dalam pertemuan antara Gubernur Jawa Barat (Jabar) Danny Setiawan dengan Menteri Senior Negara Urusan Luar Negeri Singapura, Zainul Abidin Rasheed, di Gedung Pakuan, Bandung, Selasa (22/5). "Kita juga lihat kemungkinan di water and waste management, potensi yang ada dilihat dengan kemungkinan yang lebih besar," terang Zainul kepada wartawan seusai pertemuan tersebut. Dalam kunjungan resminya itu, Zainul yang didampingi Duta Besar Singapura untuk Indonesia, Ashok Mirpuri, dipertemukan juga dengan Kepala Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Jawa Barat, Sukarto Karnen, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jabar, Agus Gustiar, serta Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jabar, Iwan Hermawan. Tawaran kerja sama pengelolaan sampah itu, kata Gubernur Danny Setiawan, merupakan suatu hal yang cukup baik. Hanya saja, untuk masalah sampah ini, Pemerintah Provinsi Jabar sudah banyak menerima tawaran serupa dari negara lain, seperti Malaysia, Inggris, dan negara Eropa. "Kerja sama ini sangat kompetitif. Sebab, sudah banyak investor atau negara yang akan menanamkan modalnya di sini. Jadi, semuanya masih memiliki peluang yang sama," ungkap dia. Untuk dapat melakukan kerja sama itu, tambah Danny, masih harus dilakukan perhitungan yang cukup matang. Pasalnya, karakter sampah yang ada di Jabar berbeda dengan yang ada di Singapura. "Sampah kita itu karakternya organik, jadi memiliki nilai ekonomis. Singapura menawarkan kerja sama ini dalam bentuk pengolahan sampah menjadi energi listrik. Ini berbeda dengan sanitary landfill yang ditawarkan Malaysia," ujar Danny. Serangga Pembusuk Secara terpisah, Kepala Laboratorium Perlindungan & Serangga Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Sulawesi Selatan, Prof. Mappatoba Sila mengatakan, warga Kota Bandung bisa memerangi sampahnya dengan membuat kompos. Pembuatannya menggunakan serangga pembusuk seperti cacing, rayap, dan orectus rhycoserus. Serangga dekomposer tersebut sangat mudah ditemui di lingkungan rumah masing-masing. "Namun, keberadaan serangga dekomposer (pembusuk) ini oleh masyarakat kurang dimanfaatkan terutama untuk pengomposan sampah," kata dia di Bandung, kemarin. Pemanfaatan serangga ini, terangnya, sudah digunakan oleh Jepang untuk pengomposan sampah. "Pengomposan dari sampah dengan serangga itu tidak banyak memakan ruang. Tinggal bagaimana kita mengolahnya dan memanfaatkan serangga tersebut," paparnya. Untuk dapat mengembangkan hal ini, Mappatoba menuturkan, tidak diperlukan modal dan tempat yang begitu banyak. Yang terpenting adalah kemauan dan pengetahuan akan serangga tersebut. Dia menjelaskan, yang termasuk serangga dekomposer, yakni serangga pembersih lingkungan, yaitu serangga pemakan sisa tanaman, bangkai binatang, dan kotoran sampah lainnya. Serangga tanah, yaitu serangga ini dapat memperbaiki sirkulasi udara di dalam tanah (sifat fisik tanah membaik), serta serangga perusak tanaman yang tidak dikehendaki. "Serangga-serangga yang masuk jenis dekomposer ini sangat mudah dan banyak ditemui di lingkungan kita, terutama di tempat sampah. Namun, karena kita merasa jijik, kita tidak mau memanfaatkan serangga dekomposer ini," ujarnya. [153] Post Date : 23 Mei 2007 |