|
Jakarta, Kompas - Meski wilayah Indonesia tergolong sering dilanda bencana, hingga kini masih saja berbagai daerah kalang kabut ketika bencana menimpa. Reaksi-reaksi yang muncul seperti baru pertama kali mengalami bencana. "Seluruh daerah hampir tidak memiliki manajemen bencana yang baik," kata Tabrani, Deputi Bidang Penanggulangan Bencana Sekretariat Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi. Ia berbicara hal itu di seminar peringatan Hari Bencana Internasional pada hari Rabu (29/4) di Jakarta. Reaksi kalang kabut sebenarnya tak perlu terjadi bila setiap pemerintah daerah memiliki rencana pencegahan dan penanganan yang tepat. Salah satunya, menyiapkan anggaran khusus bencana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, bukan memasukkannya dalam pos anggaran tak terduga seperti selama ini. "Masing-masing daerah semestinya memiliki data bencana tahunan di wilayahnya, lalu disusun anggaran dan sistem kerjanya. Yang bisa dicegah sejak awal, harus ada upaya konkret di lapangan," katanya. Sistem kerja itu di antaranya ketersediaan posko darurat bila terjadi bencana, lokasi dan tenda pengungsian, serta siapa saja pihak-pihak yang akan terlibat dalam evakuasi di lapangan. Yang sering terjadi selama ini, lanjut Tabrani, meminta bantuan pusat menjadi pilihan awal dalam mengatasi bencana di daerah. Padahal, hal itu sebenarnya bisa diantisipasi jauh- jauh hari. Direktur Bantuan Sosial Korban Bencana Alam Departemen Sosial (Depsos) Purnomo Sidik menguraikan, Depsos sudah memiliki jaringan nasional tanggap kedaruratan. Misalnya, menyediakan beras 60 ton siap ambil di tiap-tiap provinsi dan alat-alat evakuasi termasuk mobil dapur umum berkapasitas 600 porsi sekali masak. Khusus beras, Depsos bekerja sama dengan Bulog untuk menyimpannya. Ia juga mengungkapkan, di setiap dinas sosial provinsi telah siap peralatan kedaruratan sesuai dengan karakteristik wilayah. (GSA) Post Date : 30 September 2004 |