Si Penyulap Sampah yang `Ramah`

Sumber:Republika - 9 Januari 2006
Kategori:Sampah Luar Jakarta
Bicara soal sampah memang membuat pusing. Sayangnya, masalah inilah yang dihadapi Taman Nasional Gunung Pangrango, Cianjur, Jawa Barat. Bayangkan, sekitar 200 karung sampah setiap bulannya harus digangsir dari kawasan wisata ini. Celakanya, kebanyakan adalah sampah plastik yang tak bisa didaur-ulang (unrecycleable).

''Lihat saja'', kata Kepala TNGP, Novianto Bambang. ''Sampah-sampah plastik ini mulai mengotori badan sungai,'' tuturnya, Jumat (6/1), kepada wartawan. Belum lagi sampah organik manusia (faeces). Oleh sebab itu, lanjut Novianto, konsentrasi zat kimia dan bakteri Escherichia coli di hulu sungai Pangrango dilaporkan terus meningkat.

''Padahal sungai ini mengalir sampai Jakarta,'' ia mengingatkan. Karena itulah tiga unit mesin pengolah sampah hasil rakitan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) diboyong dari Jakarta. Tugas mesin-mesin ini adalah menyulap limbah-limbah tak berguna ini menjadi produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomis. Contohnya, menjadi pupuk kompos atau bahan baku plastik. Mesin-mesin memiliki keistimewaan. Di samping cara kerjanya yang relatif sederhana, mereka juga tak menghasilkan polusi atau limbah kimia. ''Semuanya serba mekanis dan ramah lingkungan,'' tutur Deputi IV Kementerian Lingkungan Hidup, Isa Karmisa Adiputra.

Mesin pemisah plastik

Sebelum masuk ke mulut mesin pencacah kasar, sampah-sampah dedaunan dan ranting harus di-''sterilisasi'' terlebih dahulu oleh mesin pemisah plastik. Ini dilakukan supaya bahan baku pembuatan serat kompos seratus persen bahan organik. Mesin pemisah plastik karenanya sering disebut sebagai mesin pengayak.

Disain mesin ini seperti rangka kapsul. Lagi-lagi, rangkaian mata pisau baja di sekujur tubuhnya menjadi perangkat andalan. Mata pisau ini betugas untuk menggaet sampah-sampah plastik di sela-sela timbunan sampah. Proses 'sterilisasi' dilakukan sembari sang kapsul bergerak berputar-putar.

Mesin pencacah kasar

Perabot seukuran meja makan mini (panjang 1,6 meter, tinggi 1,35 meter, lebar 0,9 meter) itu berfungsi menghancurkan sampah organik-organik seperti batang, daun, dan ranting menjadi lebih halus. Hasil olahan lalu dijadikan pupuk kompos.

Cara kerja mesin ini bak mesin penggiling: memotong, mengaduk-ngaduk, dan mengubah timbunan sampah dedaunan menjadi material organik yang halus. Dipacu diesel, efektivitas mesin ini boleh diacungi jempol. Berpuluh-puluh kilogram tumpukan sampah dedaunan dapat segera disulap menjadi bubur serat dalam hitungan menit.

Rangkaian pisau baja berbentuk spirallah yang menjadi urat nadi mesin ini. Rangkaian batang pembabat itu terbuat dari baja tahan aus yang kokoh. Disain rangkaian pisau sengaja dibuat berjejer secara spiral, tidak pararel, agar cakupan gerakannya lebih luas dan daya babatnya lebih kuat. Terlihat, sampah hasil cacahan mesin itu begitu sempurna, seperti gulungan benang wol.

Disain rangkaian pisau yang spiral memungkinkan mesin ini mampu mengolah jenis limbah basah dan kering sekaligus. Padahal mesin konvensional, yang memiliki rangkaian pararel, biasanya kerap macet jika disodori limbah basah. Diperkirakan, mesin hasil kerja sama KLH dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) itu mampu mengolah dua ton sampah organik setiap harinya. Untuk mengolah sampah sebanyak itu, cuma dibutuhkan lima liter solar. Ekonomis, bukan?

Bubur serat hasil olahan mesin pencacah tidak langsung menjadi kompos. Selama beberapa hari, gulungan serat-serat kasar ini harus dikeringkan terlebih dahulu untuk melenyapkan kandungan zat metan-nya. Lalu, diolesi sejenis enzim untuk mempercepat proses fermentasi. Lewat proses yang sederhana, pupuk kompos sudah dapat dikonsumsi. ''Masyarakat sekitar tidak perlu membelinya dari toko,'' kata Isa Karmisa.

Mesin penghancur plastik

Berbeda dengan sebelumnya, mesin ini secara khusus menangani sampah-sampah non-organik plastik. Tugasnya adalah menghancurkan dan mencacah limbah plastik seperti botol, gelas minuman, atau ember plastik hingga menjadi kepingan-kepingan kecil.

Prosesnya amat sederhana (mekanistis) dan ramah lingkungan. Hasil cacahan biasanya bernilai ekonomis lantaran dapat dijual. Mesin ini memiliki panjang 1,6 meter, lebar 0,9 meter, tinggi 1,65 meter. Lantaran tidak berukuran besar, bahan baku plastik yang dapat dimasukkan terbatas ukurannya. Mesin ini digerakkan oleh tenaga diesel 22 HP. Dalam sehari, mesin berbahan bakar solar ini dapat mengolah sekitar 200 kilogram plastik. Diperlukan kurang dari 10 liter untuk memotong-motong besi sebanyak ini. Padahal produk olahan yang dihasilkan dapat dijual dengan keuntungan yang jauh lebih besar ketimbang ongkos produksinya.

Menuai Berkah dari Sampah

Alih-alih menjadi masalah, di luar negeri sampah malah menjadi berkah. Di Australia, misalnya, sampah plastik yang tak dapat dimusnahkan dapat disulap menjadi bahan baku pembuatan tiang dan pipa. Di Swiss, kata Deputi IV KLH, Isa Karmisa, sampah jeroan sapi malah bisa dimanfaatkan menjadi bahan baku pembuatan semen.

Dalam kadar tertentu, menurut Isa, teknologi pengolahan sampah sudah diterapkan di Indonesia. Di sentra-sentra penimbunan sampah, seperti Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Bantargebang, Bekasi, sejumlah unit mesin pengolah sampah dapat ditemukan dan sudah sejak lama dioperasikan. Yang paling populer adalah mesin penghancur plastik. Mesin yang memiliki banyak varian ini berfungsi memproses sampah plastik (seperti botol minuman, ember, atau perabot rumah tangga) menjadi kepingan-kepingan kecil yang bernilai ekonomis. Kepingan-kepingan ini biasa disebut pelet plastik. Satu kilogram pelet plastik biasa dijual seharga Rp 6000. Pembelinya adalah pabrik-pabrik plastik. Pelet kelak dapat kembali dijadikan bahan baku pembuatan produk-produk plastik, seperti ember, piring plastik, atau barang kebutuhan sehari-hari lainnya.

Uniknya, banyak orang yang menggantungkan hidup dari kegiatan seperti ini. Misalnya para pemulung, atau warga yang tinggal di sekitar sentra penimbunan sampah. Hanya saja, kata Isa, belum semua TPS menyadari potensi ini dengan memiliki mesin pengolah sampah. ''Padahal potensi ekonominya cukup besar,'' tutur dia. Jadi selain mudah, proses daur ulang sampah dengan cara ini terhitung ramah lingkungan. Maka, sampah pun tak terlalu bikin pusing.( imy )

Post Date : 09 Januari 2006