|
MEMBACA judul di atas, kita layak mengurut dada. Bukan apa-apa, 5 juta anak meninggal dalam setahun di seluruh dunia akibat air tercemar adalah jumlah yang sangat besar. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO bahkan mencatat, dua miliar orang kini menyandang risiko diare akibat air dan makanan yang tak hieginis. Jelas bahwa air merupakan kebutuhan vital manusia. Baik-buruknya mutu air sangat menentukan tingkat kesehatan penghuninya. Manusia mampu bertahan hidup tanpa makan dalam beberapa minggu, namun tanpa air akan mati dalam beberapa hari saja. Dalam ekonomi modern, air juga merupakan hal utama untuk budidaya pertanian, industri, pembangkit tenaga listrik, dan transportasi. Oleh karena itu, seharusnya air diperlakukan sebagai bahan yang sangat bernilai, dimanfaatkan secara bijak, dan dijaga terhadap pencemaran. "Namun kenyataannya, tidak jarang air dihamburkan, dicemari, dan disia-siakan," ujar Dr Ir Arie Herlambang MSc, peneliti pada Kelompok Teknologi Pengolahan Air Bersih dan Limbah Cair, Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan (P3TL), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Akibatnya, hampir separo penduduk dunia, khususnya di negara-negara berkembang, menderita berbagai penyakit yang diakibatkan oleh air yang tercemar seperti diare. "Penyakit ini merupakan penyebab utama kematian lebih dari lima juta anak-anak setiap tahun," ungkap doktor lulusan Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, IPB. Selain itu, perkembangan penduduk yang sedemikian pesat menimbulkan dampak meningkatnya kebutuhan air bersih. Di sisi lain, meningkat pula limbah yang dihasilkan. Sebagian besar penduduk bumi berada di negara-negara berkembang. Jika ingin mendapatkan sumber air yang layak dan menginginkan ekonomi yang berkembang dan berindustrialisasi, perilaku terhadap air harus diubah. Masalah penyediaan air tidak dapat ditangani secara terpisah dari masalah lain. Ketidaksempurnaan dalam layanan umum, sistem saluran hujan yang kurang baik, dan sistem pembuangan limbah padat yang buruk juga dapat menyebabkan lingkungan hidup kurang sehat. "Dengan demikian, dalam jangka panjang perlu mengintegrasikan layanan-layanan lingkungan ke dalam suatu paket pengelolaan air, sanitasi, saluran, dan limbah padat yang komprehensif," ujar Arie. Kemampuan Terbatas Tidak mudah memang mewujudkan hal itu. Apalagi kemampuan pemerintah dalam melayani kebutuhan air bersih, harus diakui, masih serba terbatas. Jadi, jalan tengahnya adalah memandirikan masyarakat dalam pengadaan air bersih melalui pemahaman teknologi pengolahan air sederhana yang mudah dimengerti dan dioperasionalkan. Hal ini pun akan bisa terlaksana secara jika pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat baik lokal maupun luar negeri. Pemahaman teknologi pengolahan air sederhana sangat penting bagi masyarakat maupun instansi pemerintah karena menurunnya kualitas air baku dari tahun ke tahun. Dari aspek teknologi, proses pengolahan air tidak banyak mengalami perkembangan dalam 20 tahun terakhir. Untuk aplikasi teknologi pengolahan air pada suatu wilayah, selain kondisi air baku, bergantung pula pada kondisi sosial ekonomi masyarakat dan harga air olahan yang harus terjangkau oleh masyarakat. Dalam beberapa kondisi, masyarakat sering beranggapan air bersih harus didapat dengan gratis atau bebas. Di daerah yang sumber air langka atau kualitas airnya tidak memenuhi syarat, secara hukum ekonomi, barang yang langka maka nilai ekonominya akan meningkat. Pada kondisi seperti ini, selain perlu intervensi pemerintah dalam bentuk bantuan fisik, perlu pula dilakukan usaha-usaha pemberdayaan masyarakat. Pada daerah yang langka sumber air tawarnya, ada dua kemungkinan solusinya. Jika sumber air tawar masih dapat dijangkau maka pengambilan air tawar dengan menggunakan mobil tangki atau perahu tongkang merupakan alternatif pilihan yang baik. Namun, untuk tempat-tempat yang cukup jauh dari sumber air dan harga air menjadi mahal, tidak ada pilihan lain, jika airnya asin atau air payaunya banyak, proses desalinasi menjadi alternatif pilihan. Teknologi yang umum dikenal masyarakat untuk mengolah air payau adalah teknologi reverse osmosis. Dalam aplikasi teknologi ini cocok untuk tempat yang tidak ada sumber air tawar dan pengelolaannya harus dikelola dengan managemen yang baik. Menurut Arie, masyarakat bisa meniru pengelolaan air di Desa Muncung, Tangerang dengan kapasitas 20 m3/hari, lalu di Pulau Harapan, Kepulauan Seribu dengan kapasitas 10 m3/hari. Atau bisa juga ke Pulau Saroppo Cakdi, di Pangkep, Sulawesi Selatan. (B-12) Post Date : 23 Mei 2005 |