|
Sesak napas, mata perih yang diderita sebagian besar penduduk akibat kabut asap yang menyelimuti daerah ini selama dua bulan, September dan Oktober 2006 belum hilang. Kini penduduk yang tinggal di daerah aliran Sungai Batanghari di Kota Jambi dan Kabupaten Muaro Jambi, harus bersiap-siap menghadapi datangnya banjir. Bagi sebagian penduduk, banjir yang terjadi setiap tahun adalah hal yang biasa. Mereka tinggal di rumah panggung dengan tinggi lantai 2-4 meter dari permukaan tanah, sehingga dalam rumah aman dari banjir. Seiring dengan pertambahan penduduk, perkembangan wilayah, pertumbuhan permukiman baru, peningkatan fasilitas pelayanan umum dan infrastruktur, kerugian akibat banjir semakin besar. Banjir rutin atau banjir tahunan yang terjadi mengakibatkan lahan yang terendam cukup luas, karena sedimentasi yang tinggi di sungai. Permukiman penduduk yang terendam pun semakin luas, karena semakin banyaknya rumah yang dibangun di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari dan anak sungai lainnya. Sejak ratusan tahun lalu kantong-kantong permukiman penduduk di Jambi berada di pinggir sungai. Penduduk tinggal di rumah panggung yang bebas dari banjir rutin. Mereka pun harus pandai berenang dan mahir menggunakan perahu. Satu-satunya sarana transportasi untuk mobilitas penduduk pada masa itu hanyalah melalui sungai. Pergeseran pola permukiman baru terjadi semenjak masa Orde Baru pada pertengahan 1960-an, saat pemerintah mulai membangun jalan, proyek permukiman transmigrasi, dan pengkaplingan hutan berupa pemberian izin hak pengusahaan hutan yang sebagian juga memanfaatkan sungai. Wakil Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) KKI Warsi Jambi, Mahendra Taher, mengemukakan kepada Kompas, Rabu (8/11), sehubungan dengan telah mulainya musim hujan dan hampir dapat dipastikan terjadinya banjir tahun ini, pemerintah agar sedini mungkin menginformasikan kepada masyarakat tentang dampak buruk yang bisa terjadi. "Pemerintah kabupaten, kecamatan, dan desa, LSM, Badan Pengelola (BP) DAS, dan Satuan Koordinasi Pelaksana (Satkorlak) Penanggulangan Bencana Alam (PBA) hendaknya dimanfaatkan untuk memobilisasi kepedulian semua pihak," ujar Mahendra. "Jangan terulang lagi masalah seperti kabut asap akibat kebakaran lahan dan hutan, setelah terjadi baru kalang kabut," ucap Mahendra. Antisipasi banjir sebenarnya telah dilakukan. "Di Kota Jambi, agar tidak terjadi banjir akibat hujan lebat, saya sudah minta kepada Kepala Dinas Kebersihan untuk membersihkan saluran yang ada dari sampah, tanah, dan lainnya," kata Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kota Jambi, Marjani. "Saya juga sudah minta kepada Kepala Dinas Pekerjaan Umum agar mempercepat penyelesaian pembangunan drainase. Kepada para camat, saya sudah mengirim surat agar melarang masyarakat membuang sampah ke saluran air," tutur Marjani. (h nasrul thahar) Post Date : 09 November 2006 |