Sertifikat Berharga Dari Balik Sampah

Sumber:Buletin Cipta Karya - 01 Agustus 2007
Kategori:Sampah Luar Jakarta
Kamis, tanggal 14 Juni 2007 merupakan hari bersejarah di Kota Khatulistiwa. Hari itu terjadi penandatanganan kerjasama Pemkot Pontianak dan PT Gikoko Kogyo Indonesia dalam program yang diberi nama Mekanisme Pembangunan Bersih atau Clean Development Mechanism (CDM) di Tempat Pengelolaan Sampah Akhir (TPA) Batulayang. Pada saat yang sama juga ditandangani Emmision Reduction Purchase Agreement (ERPA) antara World Bank dengan PT Gikoko Kogyo.

PT Gikoko untuk saat ini merupakan satu satunya perusahaan asing di Indonesia yang menerjunkan diri dalam pengolahan TPA dalam rangka mendukung Protokol Kyoto 1997 untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Pada 2004 Indonesia kemudian meratifikasi Protokol Kyoto sebagai salah satu negara berkembang yang kemudian disebut Negara non Annex 1.

Sebelum menggarap TPA, PT Gikoko yang juga bergerak di industri otomotif dan tekstil juga pernah bekerjasama dengan swasta untuk membuat alternatif energi pengganti BBM dari bahan particel board. Akhirnya TPA pun tak luput dari perhatiannya, konsesi yang dibangun dengan Pemkot Pontianak adalah yang pertama. Selanjutnya, PT Gikoko sedang menyiapkan TPA lain seperti di Semarang, Palembang, dan 4 kabupaten di Bali.

Selain kerjasama PT Gikoko dengan Bank Dunia, secara bilateral Indonesia juga bekerjasama dengan Pemerintah Belanda untuk penjualan. Pemerintah Belanda akan membeli 350 ribu Certified Emissions Reductions (CER) dari Pontianak Landfill Gas Flaring Project. Perjanjian kerja sama mengenai CDM antara Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia dan Kementrian Pemukiman, Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Belanda telah ditandatangani pada 22 Februari 2005. Reduksi methan akan membantu Pemerintah Belanda sebagai Negara Annex 1 untuk memenuhi kewajibannya mengurangi sebagian dari penurunan emisi gas rumah kaca yang diwajibkan oleh Protokol Kyoto dan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara global sebagaimana ditargetkan oleh United Nations Convention on Climate Change.

Sekedar diketahui, Indonesia adalah salah satu negara yang telah menyadari perlunya pengendalian perubahan iklim dan peranan pasar karbon yang masih baru dalam menarik sumber pendanaan tambahan untuk membiayai energi pembaharu. Tawaran Indonesia untulk menjadi tuan rumah bagi Conference of the Parties (CoP) ke 13 pada bulan Desember di Bali tahun ini menjadi bukti. Banyak yang menaruh harapan CoP 13 akan membuahkan hasil dan memberikan peta yang jelas bagi penentuan jalan yang ditempuh pasca Protocol Kyoto.

Direktur PT Gikoko Kogyo Indonesia, Joseph Hwang, kepada redaksi Buletin Cipta Karya mengatakan, implementasi proyek pembakaran methan di TPA Batulayang Pontianak akan menghasilkan pengurangan sekitar 1,5 juta ton ekuivalen C02 selama berlangsungnya proyek hingga 20 tahun mendatang.

Keuntungan Pemda

Dijelaskan lebih lanjut, terkait ERPA, pembakaran methan akan disertifikasi dan dapat dijual dengan harga bervariasi. Sertifikasi hasil pembakaran methan disebut CER (Certified Emission Reduction). Saat ini CER berharga US $ 6 hingga US $ 10 per ton. Pemkot Pontianak mendapatkan dana bagi hasil sebesar 10 persen dari hasil penjualan CER (revenue). Selain itu 7 persen disumbangkan untuk community development seperti pendidikan anak, keselamatan kerja di lingkungan TPA dan peningkatan kesehatan.

Joseph mengatakan, Pemkot tidak mengeluarkan dana sepeser pun untuk proyek CDM tersebut. Bank Dunia meminjamkan dana ke PT Gikoko untuk pembiayaan proyek tersebut. Selain memberi keuntungan global, proyek tersebut diharapkan memberi kegunaan untuk TPA dan pengelolaan limbah limbah padat di kota kota. la menambahkan, investasi sektor swasta dalam pengelolaan limbah padat menunjukkan adanya peluang komersial selain perbaikan di bidang lingkungan hidup dan sosial.

Pelaksanaan di TPA Batulayang

Saat ini, di TPA Batu Layang telah dibangun instalasi pengumpulan gas dilengkapi sarana pendukung pembakaran dan sistem monitoring. Setelah PT Gikoko Kogyo memasang jaringan pipa kemudian membangun mesin pengumpul dan pembakar gas. Perangkat tersebut berhasil dioperasikan pada pekan kedua Juni 2007 lalu. Dengan adanya mesin ini di TPA Batu Layang, sekaligus juga menandakan Pontianak menjadi salah satu kota di dunia ini yang memberikan kontribusi terhadap upaya upaya menurunkan pemanasan global.

Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak Drs Sugeng Harjo Subandi mengharapkan, program itu berlanjut pada lahan lainnya hingga mencapai 13,5 Ha yang sudah ditimbuni sampah sejak 1996, dengan volume mencapai hingga 300 ribu ton dan masih ditambah masuknya sampah per hari 250 300 ton. Selanjutnya, jaringan dan penataan fisik proyek ini akan terus berlanjut hingga seluruh sel dan sampah yang ada dapat dilakukan pengolahan.

Di tempat sama, Direktur Marketing PT Gikoko Kogyo Indonesia, William Ko mengatakan, mesin tersebut dapat beroperasi dan berhasil membakar gas dari timbunan sampah (landfill gas) hingga suhu 930 derajat celsius. "Temperatur gas ini tergantung pada komposisi asupan gas, jumlah gas dan efisiensi burner. Sistem pembakaran (Flare System) yang didesain PT Gikoko mencapai suhu 1.400 deraiat celsius. Uji coba hari pertama 1 5 jam. Seterusnya hingga lima hari uji coba, secara rutin dilakukan setiap hari selama 1 2 jam, hingga nantinya dapat dioperasikan 24 jam nonstop," ujarnya.

Pada tahap uji coba ini William menjelaskan, sistem baru menggunakan dua blower pengisap gas dari total empat unit yang terpasang pada mesin tersebut. "Sedangkan asal gas yang dikumpulkan baru dari Sel B TPA Batu Layang seluas 67 meter x 80 meter dengan ketinggian sampah rata-rata lima meter. Pada sel tersebut telah terpasang 7 jalur pipa yang ditanam di bawah lahan sampah yang menggunung. Tumpukan sampah tersebut ditutup dengan beberapa lapisan tanah merah yang dipadatkan, agar gas yang dihasilkan sampah tidak lepas ke udaranya," tuturnya.

Sementara itu Joseph Hwang menambahkan bahwa sampai saat ini belum ada badan independen untuk menilai validasi pengukuran jumlah C02 yang terbakar melalui gas flaring oleh PT Gikoko. Sementara ini baru tahap percobaan melalui suatu sistem monitoring.

Kesiapan TPA lain

Seperti disebutkan sebelumnya, selain TPA Batulayang Pontianak, PT Gikoko juga sedang menjajagi TPA Semarang, Palembang dan 4 kabupaten di Bali. Untuk Semarang, PT Gikoko meminta pemerintah daerah untuk menghilangkan sapi yang sengaja diternak masyarakat secara bebas di lingkungan TPA. Tidak hanya Semarang, di sebagian TPA di Indonesia banyak masyarakat memelihara sapi dengan memanfaatkan sampah organik di TPA.

Karena sapi dan proyek CDM yang diusung PT Gikoko memiliki kebutuhan utama yang sama, yaitu sampah organik, maka mau tak mau Pemda harus menyelesaikan masalah sapi di TPA mereka masing masing. PT Gikoko selama ini meminta dengan baik kepada Pemda yang meminati proyek CDM di TPA, karena langkah tersebut nampaknya bukan langkah populer dan berpotensi menimbulkan gejolak sosial.

Diharapkan dengan sosialisasi akan pentingnya CDM di TPA dapat menarik perhatian Pemda lain dan meniru contoh TPA Batulayang di Pontianak bekerjasama dengan PT Gikoko. Redaksi



Post Date : 01 Agustus 2007