|
Hampir seluruh kinerja dan pelayanan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) di Indonesia kerap mendapat protes dari para pelanggannya. Maklum, air minum adalah kebutuhan mendasar yang bahkan lebih penting dari peran BBM (Bahan Bakar Minyak). Orang mungkin bisa hidup tanpa minyak, bagaimana bila tanpa air Belum lama ini, terbit satu buku bertajuk “Sepuluh Tahun Kerjasama Pemerintah-Swasta pada Pelayanan Air PAM DKI Jakarta 1998-2008”. Buku setebal 160 halaman yang ditulis secara keroyokan ini merangkum pengalaman dalam pelayanan air minum di DKI Jakarta melalui pola kerjasama pemerintah daerah dan swasta. Dalam buku ini sendiri dikatakan bahwa Kerjasama Pemerintah-Swasta (KPS) air minum di DKI Jakarta dibangun di atas pondasi yang ambigu. Kerjasama ini sulit dikatakan fair, baik untuk masyarakat, PAM, mitra swasta, bahkan bagi pemerintah provinsi. Ada yang mengatakan pengalaman KPS adalah guru yang pahit, dimana suatu kerjasama kemitraan pemerintah-swasta yang seharusnya berjalan di atas kaidah-kaidah yang wajar, menjadi kaidah-kaidah yang serba politis, kurang wajar, dan seterusnya. Penilaian kurang wajar ini pada tataran kurangnya kualitas pelayanan apalagi setelah PAM Jaya menggandeng mitra swasta yang seharusnya mampu mengerjakan tugas-tugas secara profesional. Bayangkan, tingkat kebocoran pelayanan air minum warga DKI Jakarta yang dikelola PAM Jaya mencapai angka 44 persen. Selama 10 tahun kerjasama dengan mitra operator PT Pam Lyonnaise Jaya (PALYJA) baru mampu menurunkan 13 persen dari 57 persen tingkat kebocoran. Belum lagi persoalan hutang yang cenderung bertambah. Hutang-hutang ini pada akhirnya menjadi beban para pelanggan. Semoga buku yang diterbitkan Badan Regulator PAM Jaya ini dapat membantu menangani permasalahan pengelolaan air minum dan dapat pula menjadi bahan pembelajaran bagi PDAM lainnya di seluruh Indonesia. Daftar Isi: Sekapur Sirih Post Date : 23 Juni 2008 |