Sepekan Cieunteung Terendam

Sumber:Koran Sindo - 13 Desember 2010
Kategori:Banjir di Luar Jakarta

BANDUNG (SINDO) – Banjir akibat luapan Sungai Citarum dan anak-anak sungainya di Kabupaten Bandung sudah terjadi sepekan lamanya.Banjir tak hanya melumpuhkan aktivitas perekonomian dan membuat warga mengungsi.

Lebih dari itu sejumlah akses jalan utama terputus tergenang banjir yang mempengaruhi arus lalu lintas.Banjir merendam perumahan warga dan sejumlah pabrik hingga kedalaman 1,5 meter seperti di Kecamatan Baleendah, Dayeuhkolot terendam banjir. Sejumlah pabrik di kawasan itu juga tak dapat beroperasi karena air telah memasuki kawasan pabrik dan menyulitkan proses produksi. Sementara itu, ratusan warga hingga kemarin masih mengungsi ke sejumlah lokasi pengungsian. Salah satunya di Masjid Asofiyah di daerah Dayeuhkolot.Sedikitnya 70 keluarga sudah mengungsi di masjid itu selama 10 hari.Namun, mereka belum mendapat bantuan.

Banjir berkepanjangan di Kabupaten Bandung juga berpengaruh pada kondisi lalu lintas.Akibat banjir di kawasan Cienteung, arus dialihkan ke Bojongsoang. Akibatnya, terjadi tumpukan kendaraan saat melintas di jalur Baleendah- Buahbatu Bandung. Ribuan warga Kampung Cieunteung dan Cigado,Kelurahan/Kecamatan Baleendah; Kampung Leuwi Bandung di Kelurahan Citeureup; Kampung Palasari di Kelurahan Pesawahan, dan kampung Cilisung di Kelurahan Dayeuhkolot/ Kecamatan Dayeuhkolot, sejak Februari 2010 hingga kemarin harus bolak-balik mengungsi. ”Penataan dan pembersihan rumah belum selesai, banjir sudah datang lagi.Tahun ini banjir hampir sembilan bulan menggenangi daerah kami,”ungkap Wahyu Aminuddin, Ketua RW03 Kampung Cilisung Desa/Kecamatan Dayeuhkolot.

Berdasar data Dinas Sosial Kabupaten Bandung,banjir yang melanda kawasan itu mulai terjadi sejak tahun 1970. Namun, banjir tersebut mulai meluas dan memiliki ketinggian di atas satu meter mulai tahun 1980-an. Sejak tujuh tahun terakhir ini, banjir terparah dan selalu menjadi langganan terjadi di Cieunteung,Cigado,dan Leuwi Bandung. Ketiga kawasan permukiman padat penduduk ini memiliki topografi berada di bibir aliran Sungai Citarum. Daerah ini jika dilihat dari Jembatan Dayeuhkolot menyerupai cekungan, dengan ketinggian 658 meter di atas permukaan laut (mdpl) atau lebih rendah dari daya tampung sungai, yang mencatat ketinggian 659,3 mdpl.

Meski air Sungai Citarum belum meluap, Kampung Cieunteung dan Leuwi Bandung sudah tergenang banjir. Warga Baleendah hingga kemarin masih ada yang mengungsi di Gedung PDI Perjuangan Kabupaten Bandung, Gedung Olahraga (GOR) Kelurahan Baleendah, Gedung Juang, Sekretariat KNPI, Markas Kwartir Pramuka,dan aula Kecamatan Baleendah. Selebihnya korban banjir mengungsi ke sejumlah tenda-tenda peleton yang didirikan untuk menampung para pengungsi di sana. Sedikitnya ada 20-an tenda peleton ukuran besar yang disiapkan untuk pengungsi, sisanya juga dibuat untuk Posko Penanganan Bencana dan Posko Kesehatan.

Sementara itu, pasokan air bersih dilakukan PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung dan Dinas PU Bina Marga ke beberapa titik pengungsian. Sementara sebagian lainnya berlindung sementara ke tempat kerabat atau keluarga.Namun,ada juga warga yang tergolong mampu secara ekonomi mengontrak rumah di daerah lain. ”Jumlah yang ke luar dan mengontrak rumah sedikit. Rata-rata ekonomi keluarga di pelanggan banjir ini lemah,” kata Jaja Sutarja, Ketua RW09 Cieunteung. Namun,masih ada di antaranya yang bertahan diam di rumah masing- masing meski rumah mereka tergenang air.Mereka yang bertahan adalah yang rumahnya tergenang air setinggi 80 sentimeter. ”Jumlahnya mencapai sekitar seratusan jiwa.Namun, jika air terus naik,bukan tak mungkin semua penghuni akan pergi,”ujarnya.

Meski sudah biasa terkena banjir, tetap saja dampaknya bagi kesehatan tidak bisa dihindari. ”Anakanak sudah dua hari batuk dan serak, mungkin akibat kedinginan,” kata Ny Onih, 45, yang mengungsi di salah satu tenda peleton di Baleendah. Posko Kesehatan di lokasi itu siaga dengan tenaga paramedis dan obat-obatan. Keluhan warga korban banjir adalah flu,batuk dan gangguan saluran pernafasan. Gangguan iritasi kulit dan gatalgatal juga menjadi salah satu penyakit dampak banjir yang diantisipasi petugas kesehatan di sana.

Genangan air banjir di sejumlah lokasi banjir Bandung Selatan ini terus naik, setelah hujan mengguyur kawasan Bandung Raya sejak awal pekan lalu.Ketinggian air rata-rata sampai kemarin mencapai 1,8 meter di permukiman dan dua meter di ladang dan sawah. Sementara di daerah titik terendah Cieunteung genangan air mencapai lebih dari tiga meter. Anggota Komisi C DPRD Kabupaten Bandung Arief Setiansyah mengatakan,selain menjadi derita warga,banjir juga mengakibatkan kerugian bagi dunia usaha dan pendidikan. Karena itu, pihaknya berharap Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bandung sebagai leading sector pemerintah terkait bencana bisa segera mengoordinasikan berbagai elemen untuk mengambil tindakan taktis dan memberikan bantuan kepada korban.

Tanpa mengemukakan angka pasti, Arief menyebutkan banjir yang berkepanjangan di Kabupaten Bandung telah menimbulkan kerugian besar bagi dunia usaha, selain juga mengganggu konsentrasi ribuan siswa SD,SMP,SMA saat ujian akhir semester (UAS),bahkan sebagian besar tak mampu datang ke sekolah. Kondisi ini, menurut Arief harus diimbangi dengan reaksi cepat dari Pemkab Bandung untuk membantu korban bencana banjir luapan sungai terpanjang di wilayah Jawa Barat ini. Menurut Arief, genangan banjir juga telah menenggelamkan dan memutuskan akses jalan-jalan protokol di Kabupaten Bandung, dan mengganggu pengguna jalan, baik pekerja maupun anak sekolah.” Karena itu juga kami mengusulkan agar di lajur jalan yang terputus akibat banjir disiagakan perahu atau truk besar yang mampu mengangkut banyak penumpang untuk melewati area banjir,” ujar Arief.

Upaya tersebut menurutnya, guna mempercepat waktu tempuh sekaligus mengurangi kemacetan panjang di ruas jalan alternatif akibat kendaraan yang bertumpuk di sana. Sementara untuk jangka menengah, lanjut Arief, pemerintah bisa melakukan upaya dengan meninggikan jalan-jalan yang landai dan rawan banjir seperti jalanan sekitar jembatan Citarum Dayeuhkolot dan jembatan Kamasan Banjaran. Arief menyayangkan lambannya reaksi pemerintah terhadap bencana banjir, terbukti dari banyak laporan warga yang mengaku belum mendapatkan bantuan apaapa.

Pemerintah, ujar Arief, tidak boleh tinggal berdiam di balik alasan tidak ada anggaran atau selalu menunggu kebijakan-kebijakan besar dari pemerintah di atasnya, karena banyak hal sederhana yang bisa dilakukan dengan anggaran minim sekalipun. Untuk langkah taktis, BPBD Kabupaten Bandung bisa segera berkoordinasi dengan BPBD Jabar dan pemerintah pusat, terutama untuk upaya evakuasi warga dan penyediaan logistik korban banjir, baik yang di pengungsian maupun yang masih bertahan di rumah. ”Masyarakat sulit menerima alasan pemerintah tidak bisa membantu karena tidak ada anggaran.

Sebab selama ada kemauan, sekecil apa pun kita bisa memberikan pertolongan, bukankah banyak LSM dan parpol yang selalu sigap membantu, ajaklah mereka bekerja sama, pasti bisa,” tukas Arief. Dia juga mengingatkan agar BPBD Kabupaten Bandung yang baru terbentuk segera mematangkan rencana normalisasi sekitar sembilan anak Sungai Citarum yang melintasi wilayah Kabupaten Bandung bekerja sama dengan BBWSC. Menurutnya, banjir bukan hanya disebabkan luapan air Sungai Citarum, tapi juga akibat buruknya drainase dan makin berkurangnya resapan air juga makin memperparah banjir tersebut.

”Buruknya sistem drainase juga ikut berperan besar. Jalan-jalan raya di Kabupaten Bandung menjadi lautan air karena drainase tersumbat,” ujarnya. Selain itu, daerah resapan air juga berkurang drastis akibat pembangunan besar-besaran di kawasan Bojongsoang,Baleendah, Dayeuhkolot, maupun Rancaekek untuk perumahan dan industri. ”Belum lagi dengan dampak pembangunan di Kota Bandung dan Jatinangor,Kabupaten Sumedang, sehingga air hujan langsung mengalir ke anak-anak Sungai Citarum lalu bermuara ke Sungai Citarum,” pungkas Arief. (iwa ahmad sugriwa)



Post Date : 13 Desember 2010