Separuh Kota Bisa Jadi TPA

Sumber:Suara Pembaruan - 20 September 2008
Kategori:Sampah Luar Jakarta

Pemerintah harus menangani problematik sampah dengan tepat dan benar. Sampah yang menggunung dan meluber ke mana-mana akan menimbulkan bibit penyakit. Cairan beracun dari hasil akumulasi kimia berbagai macam sampah ditambah cuaca yang tidak menentu karena pemanasan global akan mencemari sumber mata air dan lahan pertanian.

"Tumpukan sampah yang menghasilkan gas metan juga berpengaruh pada pemanasan global. Jika sampah tidak dikelola dengan baik, separuh kota bisa menjadi tempat pembuangan akhir atau TPA," ujar Maarten A Siebel PhD, guru besar UNESCO IHE University di Delb, Netherland (Belanda), ketika menyampaikan materi perkuliahan perdana di depan sekitar 100 mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), baru-baru ini.

Prof Maarten, mengingatkan, gas metan berkekuatan 21 kali lipat dibanding CO2 dalam mempengaruhi pemanasan global. Jika seluruh hasil budi daya pertanian sudah tercemar limbah sampah beracun, maka selain akan menurunkan kualitas sumber daya manusia yang mengonsumsi hasil pertanian itu, juga akan merusak sektor manufaktur lainnya karena tiada tersedianya bahan baku produksi yang berkualitas memadai.

Dalam paparan kuliah bertopik "Capacity Building for Solid Waste Management" itu, dia mengulas dampak sampah terhadap kehidupan manusia. Prof Maarten yang ditunjuk mewakili kerja sama pemerintah Belanda dengan UMM dibantu dosen pendamping, Matsen Jooristma, pimpinan lembaga swadaya masyarakat (LSM) BGP Engineers yang bergerak di bidang penelitian dan pengelolaan sampah di Belanda.

"Gas metan yang dihasilkan sampah dapat didayagunakan sebagai energi alternatif. Demikian pula dengan sampah itu sendiri, yang organik dapat dibuat menjadi kompos dan gas metan, sedangkan sampah anorganik dipilah menjadi bahan baku manufaktur melalui proses daur ulang. Sampah tertentu masih memiliki nilai ekonomis, yakni dapat diolah menjadi bahan bakar seperti layaknya batu bara," ujarnya.

Ia lalu mengambil contoh, setiap keluarga di Indonesia yang berpenduduk 220 juta jiwa, jika per keluarga setiap hari membuang rata-rata satu kilogram sampah, maka volume sampah dari seluruh Indonesia dalam sehari sudah mencapai puluhan juta ton.

"Jika ini tidak dikelola dengan tepat dan benar, negeri ini akan kesulitan mencari tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Bahkan, bisa jadi separuh kota akan berubah menjadi TPA," ujarnya sambil menambahkan, kegiatan pengelolaan sampah seperti dilakukan di Belanda dan negara-negara Eropa bisa segera dilakukan di sini.

Matsen Jooristma menunjukkan, sampah di negeri Belanda (dan negara-negara Eropa lainnya) memiliki nilai ekonomis relatif tinggi. "Sampah organik kita ubah menjadi kompos dan yang anorganik kita keringkan dan kita pres menjadi bahan bakar untuk pembangkit tenaga listrik pengganti batu bara," katanya.

Oleh sebab itu, ia menyambut gembira atas lahirnya undang-undang tentang pengelolaan sampah di Indonesia, sekitar Juni 2008. Ia berharap, UMM dapat berperan serta secara aktif menyosialisasikan pentingnya aplikasi dari undang-undang itu.

Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi UMM, Dr Bambang Widagdo, mengemukakan, minimal ada tujuh dosen (FE dan Fakultas Teknik) UMM yang sudah mengikuti training selama 21 hari di Belanda. Mereka masih harus membuat karya tulis dan mempresentasikan di depan Maarter dan Matsen guna menjaga kualitas hasil kerja sama di bidang pengembangan pendidikan antara pemerintah Belanda dan UMM. [070]



Post Date : 20 September 2008