|
KOTA-Lebih dari 50% sistem drainase di Solo rusak parah. Selain usia bangunan sudah tua, hal itu terjadi karena kepedulian warga rendah. Kondisi demikian menjadi penyebab utama banjir dan genangan di Solo saat musim hujan. "Perilaku warga yang tidak peduli lingkungan memperparah kerusakan drainase. Padahal sebagian bangunan drainase itu sudah ada sejak zaman Belanda," kata Kasubdin Drainase Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Ir Endah Sitaresmi Suryandari, kemarin. Data DPU menunjukkan drainase di Solo meliputi 41 km saluran primer, 130 km saluran sekunder, dan 30 km saluran tertier. "Panjang saluran yang terdata di DPU itu baru sekitar 60% dari seluruh saluran di Solo. Sisanya yang belum terdata antara lain disebabkan oleh kemunculan bangunan dan permukiman baru," ujarnya. Pembangunan yang dilakukan warga beberapa tahun terakhir, lanjut dia, banyak menutup saluran. Akibatnya, DPU kesulitan mendeteksi bagian saluran yang mampet atau rusak. Sesuai dengan ketentuan, kata dia, menutup saluran harus didahului izin dari DPU. Selain itu, dilengkapi dengan main hole sehingga memungkinkan pekerja masuk untuk memperbaiki jika ada gangguan. "Belum lagi perilaku warga yang membuang sampah seenak sendiri, tak hanya di jalan tetapi juga di sungai-sungai. Itu berdampak serius pada saluran. Kalau ada perda yang mengatur tegas tentang hal itu, maka risiko bisa ditekan," tambahnya. Dana yang diperlukan untuk memperbaiki seluruh saluran plus perawatan selama setahun anggaran berjalan, kata dia, sekitar Rp 4 miliar. Namun dalam anggaran berjalan dana yang dilokasikan hanya Rp 1 miliar. Anggaran yang terbatas itu, menurut dia, membuat DPU hanya bisa menangani saluran yang perbaikannya diprioritaskan. "Hanya drainase yang benar-benar bersinggungan dengan kepentingan umum dan khalayak ramai yang ditangani. Misalnya talut ambrol dan gorong-gorong jebol di dekat permukiman atau dilalui lalu lintas padat," jelasnya. Beberapa drainase yang menjadi prioritas itu, kata Sitaresmi, di antaranya pintu air Putat, Pucangsawit, Kecamatan Jebres; sudetan sungai di Nayu, Kecamatan Banjarsari, serta parapet (semacam talut dari dinding pasangan) di Kaliwingko, Kecamatan Serengan. "Tiga lokasi itu paling mendesak diperbaiki, sehingga alokasi dana APBD 2006 kami utamakan untuk perbaikan di sana," tuturnya. Untuk memenuhi kebutuhan ideal perbaikan dan perawatan sistem drainase di Solo, pihaknya akan mengajukan permohonan bantuan ke Provinsi Jateng. "Dalam waktu dekat proposal permohonan bantuan segera kami ajukan ke Provinsi. Semoga bisa disetujui." (G13,G19-27) Post Date : 25 Februari 2006 |