|
KETUA Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kota Bandung Muhammad Hendarsyah menilai pengelolaan sampah yang hanya mengandalkan PD kebersihan, kurang efektif. Penanganan sampah yang sifatnya sentralistik oleh PD kebersihan selalu menimbulkan kendala. Antara lain kendala operasional seperti kekurangan kendaraan angkut sampah sampai kekurangan tenaga penyapu. Padahal, terdapat potensi untuk membagi beban pengelolaan sampah hingga ke tingkat kelurahan. Dia mengungkapkan, Pemkot Bandung harus mulai melirik sistem pengelolaan sampah baru. Misalnya mendistribusikan beban pengelolaan sampah dari PD Kebersihan Kota Bandung ke pemerintah tingkat desa. Sistem pembagian beban ke tingkat bawah ini sekaligus bisa meningkatkan peran masyarakat dalam pengelolaan sampah.Terlebih masalah sampah ini bukan urusan pemerintah saja, tapi semua lapisan masyarakat. Karena itu, masyarakat harus mulai dilibatkan dalam sistem penanganan sampah. ”Selama ini regulasi untuk melibatkan masyarakat dalam mengelola sampah belum ada. Imbauan memilah sampah mulai rumah tangga belum cukup, diperlukan sistem dan landasan hukum yang lebih mengikat,” ujar Hendarsyah. Dia menilai adanya regulasi distribusi pengelolaan persampahan otomatis mempengaruhi kesadaran masyarakat. Bukan sebaliknya, kesadaran masyarakat yang memengaruhi regulasi. ”Sebenarnya masyarakat itu mengikuti aturan pemerintah. Karena itu,penting adanya regulasi,” imbuhnya. Dia mencontohkan,di Bali masyarakat bisa mengelola sampah di tingkat kelurahan. Memilah sampah organik dan nonorganik dilakukan di rumah tangga. Sampah organik kemudian dibawa ke pengolahan sampah yang ada di masing-masing kelurahan untuk dijadikan pupuk organik. Sedangkan sampah nonorganik dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA). Strategi pengolahan sampah di tingkat kelurahan ini, kata dia,selain meringankan beban pemerintah sekaligus membuka peluang ekonomi. Pasalnya, pupuk organik yang dihasilkan bisa dijual untuk biaya operasional pengelolaan sampah. Potensi mengelola sampah untuk pupuk organik di Kota Bandung sangat terbuka lebar. Berdasarkan pantauan Walhi, perbandingan sampah organik dengan nonorganik yang dihasilkan rumah tangga di Kota Bandung 80:20%. ”Sampah yang paling banyak dihasilkan berupa organik,” tandas Hendarsyah. Selain melibatkan peran masyarakat di tingkat kelurahan, pendidikan pengelolaan sampah bisa dilakukan dengan melibatkan mahasiswa, terutama yang sedang melakukan kuliah kerja nyata (KKN). ”Potensi melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam mengelola sampah inilah yang harus segera digarap pemerintah,” tukasnya. (miftahul ulum) Post Date : 22 Agustus 2008 |