Semarang Mulai Hadapi Krisis Air

Sumber:Koran Tempo - 10 Juli 2008
Kategori:Air Minum

SEMARANG - Meski belum memasuki puncak musim kemarau, sebagian daerah di Kota Semarang sudah dilanda krisis air. Sumur rumah dan sumur artesis mulai mengering. Praktis, warga hanya mengandalkan pasokan air bersih dari pemerintah Kota Semarang. Di antara daerah yang sudah mengalami krisis air adalah Kelurahan Mangunharjo Kecamatan Tembalang, dan Kelurahan Sukorjo Kecamatan Gunung Pati.

Di Mangunharjo, selama ini untuk mendapatkan air bersih, warga mengandalkan tujuh sumur artesis. Namun sudah hampir sebulan, ketujuh sumur tersebut sudah mengering. Untuk kebutuhan mencuci, terpaksa warga menggunakan air sungai. "Sementara untuk kebutuhan air minum, warga harus membeli air bersih per tangkinya Rp 75-90 ribu," kata seorang warga, Jumadi.

Untuk mengatasi hal tersebut, mulai kemarin Pemerintah Kota Semarang bekerja sama dengan Perusahaan Daerah Air Minum setempat memberikan pasokan air secara gratis.

Juru bicara Pemerintah Kota Semarang, Achyani, mengatakan pemerintah kota telah menyiapkan 20 tangki air kapasitas 5.000 liter yang dibagikan secara gratis. Jumlah tersebut akan ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. "Berapa pun kebutuhannya, akan kami penuhi," ujarnya.

Pemerintah Kota, ujarnya, juga mempermudah proses pemberian pasokan air. "Warga yang membutuhkan cukup mengajukan surat permohonan ke PDAM dengan diketahui oleh kelurahan dan kecamatan."

Sementara itu, di Yogyakarta, debit air Sungai Progo dan Sungai Opak menyusut drastis. “Penyusutan debit air Sungai Progo dan Sungai Opak selalu terjadi di musim kemarau,” kata staf Alokasi Air Balai Pengelolaan Sumber Data Air Wilayah Sungai Progo-Opak-Oyo Yogyakarta, Tri Wartono, kemarin.

Debit air Sungai Progo pada 1 Januari lalu 79.884 liter per detik. Pada 30 Juni menjadi 23.478,00 liter per detik. Sedangkan debit air Sungai Opak, 1 Januari lalu 1.825,00 liter per detik, menyusut menjadi 1.033,00 liter per detik.

Tri menambahkan, agar kebutuhan air untuk lahan pertanian bisa terlayani, diterapkan sistem giliran. “Untuk mengaliri lahan pertanian itu hanya bisa dilakukan paling tidak empat hari sekali.”SOHIRIN | ROFIUDDIN



Post Date : 10 Juli 2008