SURABAYA - SURYA- Sukses tidaknya pemerintahan, salah satu tolak ukurnya dapat dilihat pada keberhasilan menangani masalah lingkungan. Maka isu lingkungan
harus dijadikan salah satu prioritas dalam program pembangunan. Jika tidak, maka masa depan anak cucu akan semakin memprihatinkan.
Mengacu hal itu, pemerintahan Gubernur Soekarwo (Pakde Karwo) dan Wakil Gubernur Saifullah Yusuf (Gus Ipul) berkomitmen menjadikan pembenahan lingkungan sebagai salah satu titik tolak membangun Jatim. Implementasinya dituangkan dalam sejumlah kebijakan, mulai penetapan perubahan peraturan daerah (Perda) tata ruang provinsi, pelaksanaan aeroseeding pada lahan kritis yang tak terjangkau, penanaman pohon sepanjang tepi daerah milik jalan provinsi, perluasan penanaman mangrove, perluasan penghijauan daerah kritis, sosialisasi reduksi carbon/carbon trade, dan melakukan konservasi.
Menurut Pakde Karwo, untuk mewujudkan kebijakan pro lingkungan diperlukan gerakan bersama, mulai pemerintah dan stakeholdernya serta semua elemen masyarakat. “Pokoknya semua harus ikut rawe-rawe rantas malang-malang tuntas,” ujar Pakde Karwo kepada Surya, Senin (26/7), di sela peringatan Hari Lingkungan Hidup 2010 tingkat Jatim di Waduk Selorejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang.
Hal itu dinilai penting, karena meski segudang prestasi bidang lingkungan berhasil diraih Jatim, sejumlah masalah terkait lingkungan tetap harus diurai. Pasalnya, masih banyak lahan kritis harus dihijaukan dan banyak spesies serta mata air harus diselamatkan.
Sebelumnya, Jatim telah maraih prestasi bidang lingkungan seperti, penghargaan Mobil Hijau dari Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB); Adipura; Adiwiyata; Kalpataru; dan Satya Lencana Pembangunan bidang Lingkungan Hidup dari pemerintah; hingga penghargaan Indonesia Green Region Award (IGRA) 2010 versi Majalah SWA dan Kantor Berita Radio (KBR) 68H yang menempatkan Jatim sebagai peringkat empat dari 33 provinsi yang berhasil menjaga kelestarian lingkungan setelah Bali, Gorontalo, dan Kalteng.
Terkait masalah lingkungan, saat ini lahan potensial kritis di Jatim yang berada di kawasan hutan mencapai 18 persen. Meski secara kuantitatif masih memenuhi ketentuan Undang-Undang, tapi kualitasnya harus diperbaiki. Karena hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas yang terletak di Kota Batu sering terjadi erosi dan tanah longsor. Padahal DAS Brantas yang panjang sungainya 320 km melalui 15 kabupaten/kota menuju Selat Madura memiliki luas daerah tangkapan 12.000 km atau 25 persen dari luas wilayah Jatim. Bahkan keberadaannya makin penting, karena peran vitalnya sebagai sumber kehidupan bagi 56 persen masyarakat Jatim. Yakni, sebagai sumber pengairan bagi kelangsungan usaha pertanian, keperluan energi listrik, dan konsumen rumah tangga/industri.
Namun, DAS Brantas yang memiliki 5 bendungan dan 3 waduk harian dan pada awalnya mampu menampung 636,60 juta m3 air, saat ini hanya mampu menampung 60 persennya. Bahkan karena turunnya kuantitas dan kualitas akibat hilangnya resapan air di daerah hulu mengusul maraknya penggundulan hutan, semakin menyusutkan sumber mata airnya.
Data-data menyebutkan, sebelumnya ada 137 sumber mata air dimiliki Jatim. Tapi karena 67 di antaranya sudah mati dan kering, yang tersisa cuma 70 sumber mata air. Namun dari 137 sumber, kini tinggal 117 dan yang mengeluarkan air hanya 53 sumber. Ironisnya, saat kemarau, yang menghasilkan air cukup besar hanya tiga sumber.
Lebih memprihatinkan, ketika air mengalir sampai di wilayah Driyorejo Gresik dan Surabaya sudah berubah menjadi kotor. Padahal DAS Brantas merupakan sumber penghidupan bagi sebagian besar masyarakat Jatim.
Di sisi lain, keanekaragaman hayati flora dan fauna serta hayati laut dan pesisir juga harus menjadi perhatian, karena populasinya semakin menurun akibat kondisi hutan tak memadai serta pencemaran lingkungan.
Tahun 2009, jumlah spesies yang diketahui sebanyak 6.400. Dari jumlah itu, 1.199 spesies masuk katagori dilindungi. Namun beberapa di antaranya terancam punah karena populasinya sangat langka, seperti bambu hitam, kantong semar (nepenthes), pohon gayam, rusa (munthiacus muntjak), lutung Jawa, macan tutul, alap-alap, dan penyu hijau. “Itu terjadi karena egoisme manusia yang membuka lahan hutan tanpa memperhatikan prinsip-prinsip konservasi,” tegas Pakde diamini Gus Ipul.
Untuk itu, tema yang diusung dalam peringatan Hari Lingkungan Hidup 2010 adalah bagaimana melestarikan keanekaragaman hayati dan menyelamatkan DAS di Jatim.
Pakde Karwo minta semuanya bekerja keras untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan menyelamatkan DAS secepatnya. Upaya ini sangat penting untuk merebut berbagai peluang dari Green kebijakan ekonomi untuk menyejahterakan masyarakat. Ini seiring dengan rumus ekonomi baru yang diusung Pemprov untuk meningkatkan PDRB Jatim, bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya berdasar investasi, konsumsi, pemerintahan, dan netto ekspor-impor saja. Tetapi lingkungan (environment) juga harus ditambahkan.
Konsep grounded tersebut untuk menyukseskan program di bidang lingkungan yang diusung tahun 2011, yakni Pemeliharaan Kualitas dan Fungsi Lingkungan Hidup, serta Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Penataan Ruang. MUJIB ANWAR
Post Date : 28 Juli 2010
|