Selamatkan Jakarta dengan Biopori

Sumber:Kompas - 26 Desember 2007
Kategori:Banjir di Jakarta
Pemandangan Jakarta yang macet akibat genangan air menjadi pemandangan yang mudah ditemukan saat hujan mengguyur. Genangan air hujan yang membuat kendaraan antre satu kilometer itu lama kelamaan menyusut karena air mengalir ke selokan dan akhirnya ke laut.

Air hujan yang bisa menjadi sumber air minum bagi warga Jakarta itu akhirnya hanya terbuang percuma ke laut. Sementara ratusan ribu warga Jakarta Barat dan Jakarta Utara harus merogoh kantong membeli air bersih untuk keperluan sehari-hari.

Krisis air bukan monopoli Jakarta. Di Pulau Jawa, indeks ketersediaan air hanya 1,6. Angka ini jauh di bawah indeks rata-rata nasional yang mencapai 16,8. Kini Institut Pertanian Bogor (IPB) telah menemukan biopori, lubang di dalam tanah yang menjadi pori-pori alami hingga memungkinkan air hujan meresap ke tanah. Menurut penemunya, Kamir R Brata, pori-pori ini dibuat oleh organisme di dalam tanah, seperti cacing, akar tanaman, dan rayap.

"Lubang yang dibuat oleh organisme inilah yang nantinya menjadi jalan masuk air untuk meresap ke dalam tanah. Dengan demikian, debit air yang menggenang di permukaan akan jauh berkurang," kata Kamir, pengajar di Bagian Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan IPB.

Selama ini, air hujan sulit masuk ke dalam tanah karena permukaan tanah telah tertutup bangunan. Pembangunan di Jakarta yang tiada henti membuat daerah tangkapan air menciut setiap tahun.

Menurut Budirama Natakusumah, Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta, DKI Jakarta membutuhkan satu juta sumur resapan. Namun, hingga kini jumlah sumur resapan di Jakarta hanya sekitar 29.000 buah. Oleh sebab itu, biopori memungkinkan air bisa masuk ke tanah di lahan yang sempit karena ukuran biopori yang kecil, hanya berdiameter sekitar 10 sentimeter.

Sampah organik

Menurut Kamir, biopori tidak ubahnya dengan sumur resapan. Namun, jika sumur resapan dibuat oleh manusia, biopori dibuat oleh organisme di dalam tanah. Manusia hanya bertugas memberi makan organisme ini agar mereka membuat liang-liang lebih banyak lagi di dalam tanah.

"Makanannya hanya berupa sampah organik dari rumah tangga. Dengan demikian, kita juga telah mengurangi jumlah sampah yang harus dibuang ke tempat penampungan akhir," kata Kamir.

Sampah ini bisa berupa daun-daunan, sisa makanan seperti nasi, ikan, tulang, sayuran, dan sebagainya. Jika semua sampah organik dimasukkan ke dalam lubang biopori, sampah yang tersisa hanyalah sampah anorganik yang bisa dimanfaatkan oleh pemulung untuk didaur ulang.

Pemerintah pun senang karena jumlah sampah berkurang, dan lingkungan pun menjadi lebih bersih. Menurut Wali Kota Jakarta Timur Koesnan Abdul Halim, setiap harinya ada sekitar 80 meter kubik sampah di Jakarta Timur yang tidak terangkut ke tempat pembuangan akhir Bantar Gebang, Bekasi.

Sampah organik yang dimasukkan ke dalam lubang biopori ini tidak hanya bermanfaat sebagai makanan organisme. Sampah ini juga bisa diambil sebagai kompos setelah diuraikan oleh organisme. Dengan demikian, nilai manfaat yang bisa diperoleh warga dari biopori pun bertambah. Jika produksi komposnya banyak, bukan tidak mungkin kompos ini bisa dijual dan mendatangkan uang.

Pembuatan biopori

Untuk membuat biopori, dibutuhkan sebuah bor tanah hasil ciptaan IPB. Bor tanah tidak saja berfungsi untuk membuat lubang resapan biopori, tetapi juga untuk mengambil sampah organik yang telah berubah menjadi kompos. Untuk mengubah sampah menjadi kompos diperlukan waktu sekitar 10-14 hari.

Bor ini dijual dengan harga Rp 175.000 per buah. Namun, tidak perlu setiap rumah memiliki bor. Satu RT bisa memiliki dua-tiga unit bor karena pemakaiannya bisa bergantian. Pemesanan bisa dilakukan melalui internet di www.biopori.com.

Untuk membuat lubang resapan biopori diperlukan waktu sekitar 10 menit. Tidak ada ketentuan membuat jarak antarlubang. Namun, menurut Kamir, asalkan lubang itu tidak dibuat bersebelahan. Idealnya dalam jarak lima meter dibuat tiga lubang. Di lahan seluas 50 meter persegi, Kamir mengatakan, bisa dibuat lubang sebanyak 20-40 lubang.

Lubang ini akan lebih bagus jika ditempatkan di tempat mengalirnya air, di pinggir taman, di sekitar pohon, dan di daerah terbuka lainnya. Lahan yang telah telanjur disemen juga bisa dilubangi agar air masuk ke dalam.

Agar terlihat rapi dan tidak longsor, sebaiknya bibir lubang diberi semen atau pipa. Lalu atasnya diberi sebilah besi melintang untuk mencegah ada kaki anak kecil terperosok di dalam lubang itu.

Kedalaman lubang tidak boleh lebih dari satu meter untuk memudahkan organisme di dalam tanah mendapatkan oksigen. Oleh karena itu, tinggi bor dibuat sekitar 120 sentimeter.

Setelah lubang selesai dibuat, mulailah dimasukkan sampah organik ke dalamnya. Sampah yang dimasukkan ke dalam lubang tidak akan menimbulkan bau karena berada di dalam tanah dan segera diurai oleh organisme.

"Lubang ini juga tidak akan menjadi sarang tikus karena hewan bertulang belakang ini akan kesulitan untuk keluar dari lubang," kata Kamir.

Dengan cara yang mudah dan murah membuat biopori, tidak ada alasan lagi buat warga Jakarta untuk tidak membuat biopori di halaman rumah.

Sudah waktunya warga Jakarta berpartisipasi menyelamatkan Jakarta dari banjir. M clara wresti



Post Date : 26 Desember 2007