|
Tidak banyak yang mengetahui bahwa hari ini adalah hari yang sangat istimewa bagi semua penghuni bumi, tak terkecuali bagi manusia yang hidup di dalamnya bersama dengan semua ekosistem alam yang menyertainya. Tepat tanggal 22 April 2008, seluruh masyarakat di dunia merayakan Hari Bumi yang ke-38. Gagasan Hari Bumi muncul dari seorang senator dari Amerika Serikat (AS), Gaylorfd Nelson, yang menyaksikan betapa kotor dan cemarnya bumi oleh ulah manusia. Ia kemudian mengambil prakarsa bersama dengan kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk mencurahkan satu hari bagi kepentingan penyelamatan bumi dari kerusakan. Ide awal Hari Bumi ini dimulai sejak Gaylorfd menyampaikan pidatonya di Seattle, AS, tahun 1969, tentang desakan untuk memasukkan isu-isu kontroversial, dalam hal ini lingkungan hidup ke dalam kurikulum resmi perguruan tinggi dengan mengikuti model "teach in", yaitu sesi kuliah tambahan yang membahas tema-tema kontroversial yang sedang hangat, khususnya tema lingkungan hidup. Ternyata masyarakat menyambut baik ide ini, sehingga gerakan lingkungan benar-benar semarak, dan timbul arus gerakan yang lebih besar dengan dicanangkannya Hari Bumi Di Indonesia, peringatan Hari Bumi memang tidak banyak diketahui masyarakat umum kalau dibandingkan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh setiap tanggal 5 Juni. Meskipun begitu, kedua peringatan ini sama-sama bertujuan menggugah kepedulian manusia dan masyarakat pada lingkungan hidup yang cenderung semakin rusak, dan menyelamatkan bumi ini dari kepunahan yang lebih cepat. Bedanya, kalau Hari Bumi lebih banyak diperingati oleh secara informal oleh masyarakat, kalangan LSM, sedangkan Hari Lingkungan Hidup lebih bersifat resmi dan diperingati oleh masyarakat dan pemerintah. Meski terkesan seremonial, peringatan Hari Bumi maupun Hari Lingkungan Hidup Sedunia perlu dilakukan untuk kembali merasakan keadaan bumi dan bagaimana memperbaikinya. Ancaman kepunahan bumi beserta mahkluk hidup yang berada di dalamnya memang bukan sekadar gertak sambal. Sudah banyak penelitian ilmiah yang menyatakan, kalau planet tempat kita berpijak ini sedang menuju ke jurang kehancuran. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), kumpulan para ilmuwan dunia yang mempelajari perilaku iklim, melaporkan, akibat aktivitas manusia yang mengemisikan gas karbon dioksida ke atmosfer yang tidak terkendali mengakibatkan pemanasan global yang berdampak pada perubahan iklim ekstrem yang pada akhirnya merugikan manusia dan lingkungannya. Tercatat, sekitar 80 persen bencana alam di bumi merupakan bencana yang terkait dengan iklim, seperti banjir, badai, kekeringan, longsor, dan penyakit, yang mengakibatkan ribuan nyawa melayang sia-sia. Sebanyak 33 persen bencana, merupakan bencana banjir, disusul badai 23 persen, kekeringan 15,2 persen, longsor 4,5 persen, dan penyakit 15,2 persen. Sedangkan, bencana gempa dan tsunami yang tak ada kaitannya dengan iklim hanya tujuh persen. Di Indonesia Sementara itu, di Indonesia, ancaman kerusakan lingkungan dan kepunahan makhluk hidup bisa lebih besar. Selain mendapat ancaman dari luar, seperti perubahan iklim, kondisi alam di dalam negeri Indonesia sendiri juga tidak bisa dikatakan ideal lagi. Hancurnya hutan di Tanah Air mengakibatkan Indonesia mendapat julukan negara nomor satu dalam hal degradasi hutan tercepat di dunia dan telah mengakibatkan bencana dimana-mana, mulai dari banjir hingga tanah longsor. Laporan Status Lingkungan Hidup tahun 2006 misalnya, mengungkapkan fakta bahwa kerusakan alam sudah sangat parah, mulai dari air, udara, dan lahan atau hutan. Dalam laporan itu disebutkan, ketersediaan air bersih cenderung menurun yang diperkirakan sebesar 15-35 persen per kapita per tahun. Penurunan ini disebabkan kerusakan lingkungan di daerah tangkapan air sehingga saat hujan, tidak banyak air yang meresap ke dalam tanah, dan sebagian lagi mengalir menjadi aliran permukaan yang mengakibatkan banjir. Sebaliknya, di musim kemarau, ancaman kekeringan semakin besar karena kurangnya ketersediaan air. Dari sisi kualitas air, Kementerian Negara Lingkungan Hidup mencatat terjadinya penurunan karena masuknya bahan pencemar ke air permukaan, antara lain limbah industri, pertanian, pertambangan, air limbah domestik maupun sampah. Setali tiga uang dengan air, kondisi udara pun sama rusaknya. Dilaporkan, terjadi penurunan kualitas udara yang sangat serius, khususnya di kota-kota besar. Penurunan ini diakibatkan emisi yang masuk ke udara ambient melebihi daya dukung lingkungan. Sedangkan untuk lahan atau hutan, kondisi sumber daya lahan dan hutan di Tanah Air ditandai dengan kerusakan lahan dan hutan yang telah mencapai 59,2 juta hektare (ha) dengan laju deforestasi mencapai 1,19 juta ha per tahun. Kerusakan-kerusakan lingkungan itu tentu saja sudah melukai Bumi, dengan aktor utama pelaku pengrusakan adalah manusia dengan segala aktivitasnya. Kita semua harus menjadi aktor utama untuk memperbaiki Bumi ini agar terhindar dari kepunahan. Tidak perlu terlalu muluk-muluk, kita bisa menyelamatkan bumi dengan tidak membuang sampah di sembarang tempat. [SP/Erwin Lobo] Post Date : 22 April 2008 |