Selama 10 Tahun Tarif Air Naik Sekali

Sumber:Suara Merdeka 29 Maret 2005
Kategori:Air Minum
PURWOKERTO- Selama 10 tahun terakhir sejak tahun 1995, tarif air PDAM Kabupaten Banyumas hanya naik sekali, yaitu tahun 2001. Padahal, harga bahan bakar minyak dan listrik naik berkali-kali. Saat ini pun harga jual air PDAM Banyumas paling rendah di Jawa Tengah. Hal itu dikemukakan Direktur Utama PDAM Soewarsono, kemarin, berkait dengan usul kenaikan tarif yang hendak disampaikan kembali ke DPRD untuk dibahas.

Tahun 2003 Bupati mengajukan kenaikan tarif ke DPRD (1999-2004). Lembaga legislatif itu segera membahas. Namun karena masa bakti hampir habis, mereka tak membuat keputusan. Dalam usulan itu tarif rumah tangga Rp 400/m3 dinaikkan menjadi Rp 600/m3.

Tahun 1995, kata Soewarsano, harga air golongan rumah tangga Rp 285/m3. Tahun 2001 menjadi Rp 400/m3 dan 2003 diajukan menjadi Rp 600/m3. Karena belum ada keputusan, PDAM tetap menerapkan harga yang diputuskan pada 2001.

Rugi

Dia menyatakan perusahaan daerah itu menjual air dengan harga bervariasi berdasar sistem subsidi silang. Tarif golongan sosial Rp 300/m3, rumah tangga Rp 400/m3, dan tertinggi industri Rp 1.430/m3.

Dengan komposisi itu, harga jual air rata-rata Rp 785/m3. Untuk mencapai titik impas semestinya dijual Rp 790/m3. Berarti PDAM merugi Rp 5/m3. Tahun 2004 volume air yang terjual 10.276.000 m3, sehingga kerugian PDAM sekitar Rp 51 juta.

Dia menyatakan kerugian itu tertutup oleh keuntungan dari biaya pemasangan sambungan baru. Bahkan PDAM masih memperoleh sedikit keuntungan. ''Namun tidak logis, perusahaan air kok malah merugi saat berjualan air. Keuntungan justru dari sektor lain,'' katanya.

Dia mengemukakan jika tarif tidak naik, tahun 2006 perusahaan itu benar-benar rugi. Sebab, tak mampu lagi melayani pemasangan sambungan baru sehingga tak bisa menutup kerugian.

Selain itu, kata dia, debit air sudah tak bisa untuk menambah pelanggan. Penambahan debit air harus ada investasi atau mencari pinjaman ke Bank Pembangunan Asia (ADB). Nilai investasi diperkirakan Rp 27 miliar. Bank hanya mau memberikan pinjaman dengan syarat tarif disesuaikan, paling tidak Rp 800/m3.

Jika harga jual air terlalu rendah, bank tak mau memberikan pinjaman karena takut modal tak kembali. Padahal, jika terlalu murah pelanggan menjadi kurang menghargai air dan cenderung boros.

Misalnya, mereka mencuci mobil atau menyiram tanaman dengan air ledeng. Padahal, masih banyak warga lain membutuhkan pelayanan, tetapi PDAM belum bisa melayani. ''Jika harga tak terlalu murah, pemakaian bisa hemat dan PDAM bisa melayani makin banyak pelanggan.'' (bd-86)



Post Date : 29 Maret 2005