Sekolah Tergenang Ilhami Alat Sensor Banjir

Sumber:Pikiran Rakyat - 22 Januari 2007
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Berita-berita banjir langganan di Kec. Baleendah dan Dayeuhkolot ternyata memunculkan inspirasi bagi Yanuar Adriadi. Bersama sembilan siswa lainnya dari Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Katapang Bandung, Yanuar membuat alat deteksi banjir yang murah harganya dan mudah dioperasikan.

Awalnya dibuat alat deteksi banjir ini karena saya dan teman-teman merasa prihatin dengan bencana banjir di Kab. Bandung. Kalau masyarakat yang tinggal di bibir Sungai Citarum bisa tahu air mulai naik, sehingga bisa bersiap menghadapi banjir, bagaimana dengan masyarakat yang jauh dari sungai? kata Yanuar didampingi Kepala SMKN 1 Katapang Bandung, Drs. Carma Rahmat, Minggu (21/1).

Yang dirugikan akibat banjir langganan di Baleendah dan Dayeuhkolot selain masyarakat, termasuk para siswa SMKN 1 Katapang, terutama setiap turun hujan. Areal SMKN 1 Katapang merupakan bekas situ sehingga berada pada dataran paling bawah. Setiap hujan deras pasti halaman SMKN 1 Katapang banjir sehingga di setiap kelas dan laboratorium dibangun tanggul penahan air, ungkap Yanuar.

Alat deteksi banjir buatan tim Yanuar terdiri dari tiga bagian, yaitu alat deteksi atau sensor berupa kabel empat tingkat dalam sebuah pipa paralon (PVC). Bagian kedua adalah alat kontrol dan penyampai pesan melalui gelombang radio FM, sedangkan bagian ketiga adalah display lampu dan sirene untuk memperingatkan datangnya banjir, katanya.

Alat kontrol terdiri atas delapan kawat yang dibuat menjadi empat tingkatan sesuai dengan ketinggian air. Alat ini ditempatkan di bibir sungai. Ketika air mulai naik, maka akan mengenai sensor tingkat I. Kalau air terus naik, maka sensornya ke tingkat II, III, dan IV. Tingkat I-IV itu bisa dimaknai sebagai awas, siaga, waspada, atau bahaya, tutur Yanuar.

Sensor yang dipasang di bibir sungai tersebut akan mengirimkan sinyal ke alat kontrol yang menggunakan teknologi AT-89 C-51 dan DTMF untuk diproses. Dari sinyal tersebut diproses pada alat kontrol yang nantinya dikeluarkan melalui gelombang FM 87,00 untuk diteruskan kepada display lampu dan sirene bahaya, katanya.

Karena pesan banjir dari alat kontrol melalui gelombang radio FM 87,00, maka alat display dan lampu bisa dibangun sebanyak mungkin.

Bahkan, bisa saja di tiap rumah warga ada lampu display dan sirene sebagai tanda bahaya banjir, tapi cukup dibuat di tempat-tempat strategis. Pemilihan gelombang FM 87,00 karena berada di bawah gelombang radio yang dipakai oleh radio-radio komersial, katanya.

Yanuar dan timnya telah melakukan uji coba alat deteksi banjir tersebut dari laboratorium ke kantor SMKN 1 Katapang yang terpaut sejauh 100 meter. Biaya pembuatan alat deteksi banjir itu sekitar Rp 300.000,00 yang didapatnya dari SMKN 1 Katapang.

Alat tersebut berfungsi dengan baik, sehingga bisa mengirimkan pesan akan datangnya banjir. Kalau mau dibuat untuk kepentingan pemerintah atau masyarakat tinggal beberapa penyempurnaan lagi, ucapnya.

Hanya, kelemahan alat deteksi banjir, kata Yanuar, berkaitan dengan pemakaian gelombang radio meski sudah memakai FM 87,00. Kalau banyak radio gelap yang memakai gelombang FM 87,00, alat deteksi banjir bisa rusak. Saat beberapa uji coba di sekolah kebetulan frekuensi tersebut tidak ada yang memakai hingga aman, katanya.

SMKN 1 Katapang siap membantu pemerintah daerah apabila mau membuat alat deteksi banjir ini untuk membantu masyarakat yang berada di daerah rawan banjir, kata Kepala SMKN 1 Katapang, Drs. Carma Rahmat. (Sarnapi/PR)



Post Date : 22 Januari 2007