Sekolah hijau? Ya, sekolah hijau MuDAers. Maksudnya, bukan sekolah bercat hijau ya. Tetapi yang dimaksud adalah sekolah berwawasan lingkungan.
Dalam bahasa sederhana, sekolah hijau adalah sekolah yang menerapkan berbagai program yang berkenaan dengan lingkungan hidup. Tidak hanya dalam arti fisik saja, tetapi juga dalam pola dan tindakan para sivitas akademikanya.
Pertengahan Maret lalu, MuDA berkunjung ke salah satu sekolah hijau dari Kota Bandeng, Gresik, Jawa Timur, yaitu SMA Semen Gresik (SG). Sekolah satu ini pantas mendapat acungan (dua) jempol karena berbagai program berwawasan lingkungan yang mereka terapkan.
Program itu mulai dari teknologi pengolahan sampah yang banyak sekali jenisnya hingga terobosan penghematan energi dengan mengoperasikan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di sekolah mereka. Hebat ya....
Sebagai sekolah ”hijau”, wajah SMA SG yang hijau segera tampak saat MuDA memasuki pelataran sekolah. Banyak sekali pohon-pohon besar yang berfungsi sebagai peneduh di sekitar area sekolah.
Sudut yang paling hijau berada di halaman belakang sekolah. Di sana ada banyak tanaman buah, seperti jeruk bali dan mangga. Lalu ada tanaman sayur, seperti sawi, yang ditanam di dalam median tanah yang diletakkan di rak-rak kayu.
Ada juga tanaman obat tradisional, seperti kunyit, jahe, hingga temulawak. Di halaman belakang itu ada juga green house untuk tanaman-tanaman tertentu.
Suasana asri makin terasa dengan keberadaan kolam ikan yang berukuran sepertiga panjang lapangan basket. Kolam ikan itu istimewa karena airnya berasal dari air daur ulang dari kamar mandi siswa dan guru. Wuih….
Hal lain yang juga penting MuDAers, selama MuDA berkeliling di SMA SG, enggak ada lho sampah-sampah yang berserakan atau berceceran ke mana-mana. Semua sudut sekolah terlihat bersih.
Tampaknya tindakan seluruh sivitas akademika SMA SG sudah sangat menyatu dengan konsep hijau yang diterapkan sekolah. Prinsip siklus 3R, yaitu reduce (mengurangi), reuse (memanfaatkan kembali), dan recycle (mendaur ulang), sudah betul-betul menjadi napas di SMA SG.
Buku dan internet
Melihat berbagai aktivitas yang demikian banyak itu, MuDA sempat heran. Dari mana ya mereka belajar itu semua? ”Kami belajar dari buku dan internet,” jawab Abdul Rahman, siswa kelas XI IPA 2 yang menjadi Ketua Perwakilan Tim Toyota Eco Youth 5 SMA SG.
Selain belajar dari buku-buku dan internet, mereka mendapat bimbingan dari Guru Pembina Lingkungan Hidup SMA SG, yaitu Pak Subagiyo. Keberadaan Pak Subagiyo, yang juga Wakil Kepala Sekolah SMA SG, sebagai guru pembimbing lingkungan hidup merupakan bentuk komitmen SMA SG untuk menciptakan sekolah yang berwawasan lingkungan.
Korespondensi dengan para alumni SMA SG juga turut membantu keberhasilan teman-teman SMA SG dalam menerapkan berbagai teknologi pengolahan sampah. Selain melalui pertemuan yang digelar rutin, para aktivis lingkungan hidup SMA SG, yang terbagi dalam Klub Lingkungan Orales dan Klub Pecinta Alam Kappela, berhubungan dengan para alumni melalui milis.
Apa sih sebenarnya yang menjadi salah satu keunggulan pengolahan sampah SMA SG? Kalau menurut MuDA, penggunaan bahan-bahan yang sangat mudah ditemui di lingkungan sekitar, misalnya untuk pembuatan pupuk kompos, bahan bakunya berupa daun-daunan. ”Ini kami lakukan karena sampah terbanyak yang ada di sekolah kami adalah daun-daunan,” kata Rahman.
Selain kompos, mereka juga membuat bokashi (bahan organik kaya akan serat hayati) dari jerami, rumput, tanaman kacangan, sekam, pupuk kandang, atau serbuk gergajian. Mereka juga mendaur ulang kertas, pelepah pisang, dan sampah plastik menjadi kerajinan yang bermanfaat, antara lain tas.
Mereka juga membuat sistem pengolahan sampah organik berbasis rumah tangga menggunakan biang berupa pupuk kompos yang dapat menghancurkan sampah rumah tangga dan hasilnya langsung dapat digunakan sebagai pupuk yang disebut dengan takakura. Jadi sampah dari kantin enggak jadi masalah lagi. Mereka juga membuat lubang-lubang biopori dari bambu, sebelumnya masih menggunakan pipa paralon, yang kini jumlahnya mencapai 200 buah di seluruh areal sekolah.
Enggak kalah hebat, mereka juga membuat bata dari styrofoam, bata dari daun dan kertas, briket dari ranting pohon, sampai pestisida nabati dari daun nimba. Kebayang enggak sih MuDAers melakukan semua itu?
Sejauh ini, hasil penerapan teknologi pengolahan sampah itu baru dimanfaatkan untuk keperluan di sekolah. Bata dari daun dan kertas, misalnya, dimanfaatkan untuk menambal kolam ikan. ”Sejauh ini kekuatannya cukup teruji,” kata Rahman.
Jawara TEY
Berkat aktivitas yang mereka lakukan itu, selama tiga tahun berturut-turut SMA SG menjadi juara Toyota Eco Youth (TEY) yang diselenggarakan Toyota Indonesia. Yang paling baru, SMA SG menjadi juara kontes TEY 5 yang diumumkan 7 Maret lalu.
Di ajang TEY 5 yang memfokuskan pada kontes sustainability atau keberlanjutan itu, SMA SG berhasil mengalahkan 22 peserta SMA/SMK dari 18 kota di Indonesia yang terbagi dalam dua kategori, A dan B. SMA SG menjadi jawara untuk kategori A.
Selama tiga bulan lamanya, tim SMA SG mendapat bimbingan dan bisa berkonsultasi dengan tim dari Yayasan Kirai Indonesia dan Institut Teknologi Bandung yang sekaligus menjadi juri di kontes tersebut.
Irwan Priyantoko, Chief Exterbal Affairs PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, menuturkan, kemenangan yang diraih SMA SG di kontes TEY 5 karena berhasil mempertahankan sekaligus meningkatkan berbagai aktivitas lingkungan hidup yang telah mereka lakukan sebelumnya, hingga mampu memiliki sekolah dan masyarakat binaan di lingkungan sekitar sekolah.
Sekolah yang menjadi binaan SMA SG adalah SD SG dan SMP SG. Sementara komunitas yang menjadi warga binaan SMA SG adalah warga di RT 5 RW 2, Kelurahan Gresik.
Khusus untuk masyarakat binaan yang disebut masyarakat plasma, teman-teman dari SMA SG tidak sekadar menularkan ilmu dan teknologi berwawasan lingkungan. Lebih jauh lagi, untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
Teman-teman dari SMA SG mengajari warga di RT 5 RW 2, Kelurahan Gending, Gresik, membuat kerajinan dari bahan daur ulang dan membuat kompos dari kotoran sapi. Hasilnya dijual dan menjadi pemasukan warga.
Salah satu siswa SMA SG yang turut terjun langsung ke lapangan untuk menularkan ilmunya kepada warga binaan, Lovyana, siswi kelas X 3, mengaku sangat senang dengan aktivitas yang mereka lakukan. ”Awalnya sih jijik setiap hari berurusan dengan kotoran sapi. Baunya itu lho. Bikin enggak tahan. Tetapi lama-lama terbiasa juga,” katanya.
Dia senang bisa menyumbangkan sesuatu untuk keberlangsungan lingkungan hidup di sekitarnya. Dia berharap, apa yang telah dilakukannya akan bermanfaat di kelak kemudian hari.
Nah MuDAers, menarik sekali kan apa yang dilakukan teman-teman dari SMA SG? Belum terlambat kok untuk mengikuti jejak mereka. Ayo, mulai sekarang juga. Siapa tahu sekolah kalian menjadi juara TEY selanjutnya. (DOE)
Post Date : 01 April 2010
|