|
Jakarta, Kompas - Setidaknya 80 persen pelayanan perusahaan daerah air minum sebagai pengelola air bersih dinilai tidak sehat karena manajemen yang kurang baik dan kebocoran secara fisik. Oleh karena itu, pemerintah mengajak investor di bidang infrastruktur untuk juga berinvestasi dalam pembangunan proyek air bersih, tidak hanya berinvestasi di pembangunan jalan tol. "Sekitar 80 persen pelayanan PDAM itu tidak sehat karena manajemen kurang baik," kata Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dalam Rapat Koordinasi Nasional Kamar Dagang dan Industri Indonesia bidang Prasarana, Tanah, Permukiman, dan Lingkungan Hidup, di Jakarta, Sabtu (4/12). Djoko mencontohkan, manajemen yang kurang baik itu, misalnya, adanya penunjukan direksi di perusahaan daerah air minum (PDAM) yang kurang profesional oleh pemerintah daerah. Selain itu, PDAM yang dibangun kurang dikelola selayaknya perusahaan yang baik dan kurang memerhatikan aspek pelayanan kepada masyarakat. PDAM lebih memerhatikan masalah penerimaan asli daerah. Djoko menambahkan, tantangan bidang sumber daya air, terutama kerusakan sumber air, baik danau, waduk, dan pencemaran air dan sumber air akibat pertumbuhan lahan permukiman dan industri. Selain itu, masih banyaknya jaringan irigasi yang belum berfungsi baik dan makin banyaknya daerah aliran sungai kritis yang berakibat makin luasnya daerah rawan banjir. Kebocoran 30-40 persen Kepada pers, Djoko menjelaskan, PDAM tidak sehat terjadi karena adanya kebocoran. "Kebocoran masih banyak, sekitar 30 persen sampai 40 persen," katanya. Ia menjelaskan, kebocoran itu tidak hanya berupa kebocoran secara fisik, melainkan juga nonfisik. "Airnya ada, tetapi tidak menjadi uang (unaccounted fall water)," ujarnya. Dari catatan Departemen Pekerjaan Umum, peluang investasi air minum terbuka untuk 40 kota/kabupaten dengan total kapasitas sebesar 44.000 liter per detik yang akan dikembangkan menjadi 63.000 liter per detik. Peluang investasi air minum yang dapat dibangun antara lain di Kota Medan, Padang, Jambi, Bekasi, Karawang, Semarang, Surabaya, Makassar, dan Mataram. Kebutuhan investasi di proyek air bersih tersebut diperkirakan sekitar Rp 5 triliun. Sementara itu, terkait dengan kebutuhan investasi pembangunan jalan tol tahun 2005-2009 sepanjang 1.593 kilometer (km) di Pulau Jawa dan sepanjang 56 km di luar Jawa, nilai investasi yang dibutuhkan mencapai Rp 89 triliun. Dari data Bappenas, nilai investasi di bidang infrastruktur tahun 2005-2009 untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen, investasi proyek air minum yang dibutuhkan mencapai 2,16 miliar dollar AS. Nilai investasi proyek air minum itu diperlukan untuk memenuhi kebutuhan 30,5 juta jiwa. Untuk pembangunan infrastruktur jalan sepanjang 93.700 km tahun 2005-2009, nilai investasi yang dibutuh sekitar 20,83 miliar dollar AS. Ketua Umum Asosiasi Jalan Tol Indonesia Fatchur Rochman mengungkapkan, masih diperlukan regulasi-regulasi teknis yang mengatur masalah pembangunan proyek jalan tol. Ia mengingatkan, jangan sampai pemerintah memiliki komitmen untuk membangun infrastruktur, tetapi terhambat dalam pelaksanaan teknis di lapangan. Oleh karena itu, diperlukan regulasi teknis, seperti aturan main mengenai pembebasan lahan, tarif tol, atau kontrak yang dapat juga mewujudkan pembangunan infrastruktur. (FER) Post Date : 06 Desember 2004 |