|
Banjarmasin, Kompas - Ribuan rumah di Kabupaten Tabalong dan Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, kembali dilanda banjir. Banjir tersebut diduga kiriman dari Kalsel dan Kalimantan Tengah akibat kerusakan hutan di bagian hulu sungai. Air sudah mencapai ketinggian dua meter di beberapa tempat, terutama di kawasan yang dekat dengan Sungai Tabalong. Warga Desa Hikun, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Tabalong, Suriansyah, Selasa (5/4), mengatakan, banjir kali ini yang terparah dibandingkan dengan banjir sebelumnya. Banjir ini merupakan yang ketiga kalinya melanda Kabupaten Tabalong dalam tahun ini. "Di bagian hulu sungai hutannya sudah habis dibabat pengusaha. Kini kami di bagian hilir yang harus menanggung akibatnya," kata Suriansyah. Banjir juga melanda Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalsel. Sudah 10 hari terakhir kota Amuntai direndam air. Saat ini ketinggian mencapai antara 50 sentimeter dan satu meter. Banjir bahkan merendam sebagian jalan trans Kalimantan sehingga mengganggu lalu lintas antara Provinsi Kalsel dan Kalimantan Timur. Kepala Bagian Humas Kabupaten Hulu Sungai Utara Hasmi Rivai mengatakan, sebenarnya dalam beberapa hari ini banjir mulai surut. Saat ini kedalaman air rata-rata satu meter. Di Kota Samarinda, Kaltim, kawasan yang tergenang banjir semakin luas. Beberapa kawasan yang sebelumnya tidak pernah banjir, seperti Jalan KS Tubun, Jalan Awang Long, dan Jalan Pasundan, kini terendam banjir dengan ketinggian air sekitar setengah meter. Selain disebabkan buruknya sistem drainase, banjir di Samarinda juga disebabkan pengikisan tebing bukit secara tak terkendali. 10 hari terkepung banjirSementara itu, banjir Sungai Batanghari terus menggenangi kawasan rendah di Kabupaten Batanghari, Muaro Jambi, dan Kota Jambi, Provinsi Jambi. Hingga Selasa kemarin daerah genangan-lahan pekarangan dan pertanian subur-diperkirakan mencapai lebih dari 20.000 hektar. Pemantauan Kompas di Kota Jambi dan Kabupaten Muaro Jambi menunjukkan ada sekitar 20.000 rumah penduduk yang terkepung banjir. Di Desa Penyengat Olak dan Senaung, Kecamatan Jambi Luar Kota, Muaro Jambi, rumah penduduk yang berada di utara jalan lintas timur Sumatera kini juga mulai terkepung banjir. "Tidak ada rumah di Danau Sipin yang pekarangannya belum terendam. Ketinggian air di pekarangan antara 100-150 sentimeter. Satu-satunya cara bagi penduduk untuk ke luar rumah hanyalah dengan menggunakan perahu," kata Ny Ismael (54), warga Danau Sipin. Di Kota Jambi, rumah penduduk sudah terkurung banjir sekitar 10 hari, antara lain di Kelurahan Legok, Teluk Kenali, dan Penyengat Rendah di Kecamatan Telanaipura, juga Pasir Panjang, Tanjung Pasir, Olak Kemang, dan Ulu Gedung di Kecamatan Danau Teluk. Lokasi lainnya adalah Kelurahan Mudung Laut, Jelmu, Pelayangan, Tahtul Yaman, dan Tanjung Johor di Kecamatan Pelayangan. Sedangkan di Kecamatan Jambi Selatan, rumah yang terkepung banjir umumnya di Kelurahan Sijenjang dan beberapa rumah di Kecamatan Pasar Jambi. Di Muaro Jambi, lahan pekarangan dan pertanian yang masih terendam air adalah di Kecamatan Jambi Luar Kota dan Sekernan, terus meluas ke Kecamatan Kumpeh Ulu, Kumpeh Ilir, dan Maro Sebo. Di Kabupaten Batanghari, daerah yang terendam hampir semua kecamatan yang dilewati Sungai Batanghari dan Batang Tembesi, seperti Kecamatan Batin XXIV, Muaro Tembesi, Maro Sebo Ilir, Muaro Bulian, dan Pemayung. Hancurkan tanaman padi Banjir di Sumatera Selatan hingga Selasa kemarin mengakibatkan ribuan hektar lahan pertanian, 49 keramba, dan 409 rumah penduduk terendam air di sejumlah desa di Kabupaten Ogan Ilir. Banjir akibat meluapnya Sungai Ogan itu juga memutuskan jalan sepanjang 30 kilometer di Kecamatan Muara Kuang dan memaksa 279 keluarga mengungsi. Banjir kedua dalam tahun 2005 ini terjadi berulang-ulang dalam satu minggu terakhir. Ketika daerah hulu Sungai Ogan diguyur hujan deras, air meluap dan menggenangi 21 desa di Kecamatan Rantau Alai, Muara Kuang, Tanjung Raja, Indralaya, dan Pemulutan. Menurut Zakharia, penduduk Desa Rantau Alai, meskipun tidak sehebat banjir Januari lalu, banjir kali ini menimbulkan kerugian lebih besar karena mematikan benih padi yang telah disemai. Banjir salah musim itu, menurut Syamsul, penduduk Desa Tanjung Mas, Rantau Alai, menyebabkan musim tanam bergeser satu bulan lebih lambat. Banjir juga dikeluhkan para peternak ikan karena keramba mereka rusak diterjang buntang atau lapisan semak dan tanah yang dibawa hanyut oleh luapan Sungai Ogan. Buntang seluas lapangan sepak bola merusak semua keramba dan menghancurkan dua rumah di tepi sungai. Sekitar 73.000 ekor ikan lepas dan kerugian diperkirakan mencapai Rp 511 juta. Buntang itu akhirnya tersangkut di Jembatan Indralaya dan harus disingkirkan dengan kapal keruk. Pembersihan berlangsung lama karena lapisan tanah mencapai tiga meter. Kepala Bagian Umum Pemkab Ogan Ilir Sopian Kasim mengatakan, banjir telah merusakkan 2.211 hektar lahan persemaian padi dan menyebabkan 8.018 hektar sawah menjadi potensial puso. Pemerintah juga perlu menyediakan 240.540 kilogram benih agar petani dapat memulai lagi aktivitas mereka. Pemkab Ogan Ilir juga menyiapkan beberapa tenda besar, lima ton beras, dan 240 dos mi instan untuk membantu korban. (thy/amr/nat/eca) Post Date : 06 April 2005 |