|
Jakarta, Kompas - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta tengah mengkaji kemungkinan menghapus retribusi yang memberatkan warganya, antara lain retribusi senilai Rp 300 per orang untuk peturasan (WC umum) di terminal bus antarkota/dalam kota. Juga akan dihapus retribusi pemakaian fasilitas peron terminal antarkota Rp 200 per orang. Kedua retribusi tersebut termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1999 tentang Retribusi Daerah. "Ini harus dihapus. Masak retribusi untuk KTP (kartu tanda penduduk) yang dulunya Rp 1.000 saja sudah dihilangkan, sekarang gratis. Kok retribusi yang nilainya Rp 300 masih dipungut lagi," ujar Ketua DPRD DKI Jakarta periode 2004-2009 Ade Surapriyatna, Sabtu (25/9). Selain retribusi peturasan terminal dan peron, lanjut Ade, pihaknya juga akan membedah pasal-pasal dalam perda itu yang dinilai tumpang tindih dengan retribusi sektor lain, seperti pemakaian tempat penitipan kendaraan di Taman Margasatwa Ragunan, perparkiran di fasilitas pelataran parkir, serta parkir di tempat rekreasi. Sejauh pengamatan Kompas, setiap orang yang masuk ke WC umum di terminal antarkota dan dalam kota Kampung Rambutan tidak sesuai lagi dengan Perda No 3/1999, yakni sebesar Rp 300 per orang. Kalau sebelumnya petugas memberlakukan tarif berbeda yakni Rp 500 per orang untuk kencing dan Rp 1.000 per orang untuk buang air besar, sekarang berlaku harga sama Rp 1.000 per orang. Petugas tidak memberikan potongan kertas atau karcis kepada setiap orang yang keluar dari WC umum itu. Kalau tidak ada yang tidak membayar retribusi, orang tersebut langsung dikejar petugas untuk ditagih retribusinya. Bukan cuma di Kampung Rambutan, petugas di Terminal Pulo Gadung, Rawamangun, Kampung Melayu, dan terminal transit Cililitan (Jakarta Timur) juga memberlakukan harga yang hampir sama. Hal serupa diberlakukan di Terminal Tanjung Priok (Jakarta Utara), serta Blok M, Pasar Minggu, dan Lebak bulus (Jakarta Selatan). Juga di terminal Senen (Jakarta Pusat) serta Grogol dan Kalideres (Jakarta Barat). Tidak benar Yang mengherankan bagi Ade, di dalam perda mengatur Rp 300 per orang, tetapi kenyataannya di lapangan warga dipungut Rp 1.000 per orang. Bukan cuma itu, pengelolaan dilakukan oleh pihak swasta sehingga tingginya biaya retribusi dengan kompensasi untuk biaya perawatan. "Sebenarnya, APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) sudah mengalokasikan anggaran perawatan, termasuk untuk membersihkan WC umum di terminal-terminal. Ke mana larinya uang itu?" ujar Ade. Ia mengatakan, penghapusan retribusi untuk WC umum terminal mengingat yang masuk ke tempat itu adalah masyarakat umum. "WC umum di terminal ini menyangkut kebutuhan sangat mendasar dari rakyat. Kalau tak punya uang, apa harus kencing di sembarangan tempat. Kalau begitu, Jakarta bisa bau pesing dong," kata Ade Surapriyatna. (PIN) Post Date : 27 September 2004 |