|
BLORA -- Musim kemarau yang berkepanjangan membuat sejumlah daerah di Pulau Jawa mulai mengalami kekeringan. Di Blora, Jawa Tengah, sedikitnya 12 kecamatan dari 16 kecamatan atau 200 desa dari 295 desa yang ada mulai mengalami krisis air bersih dan rawan pangan. Berdasarkan catatan Bagian Sosial Blora, krisis air bersih pada 2006 merupakan yang terburuk yang pernah dialami pemerintah Blora. Saat ini pemerintah Blora telah menyediakan sedikitnya 20 tangki air bersih yang harus berkeliling mengedrop air ke 200 desa yang kesulitan air bersih. Setiap desa atau kelurahan rata-rata mendapat giliran suplai air setiap tiga hari sekali. Begitu mobil datang, masyarakat langsung menyerbu. "Kami hanya punya enam unit mobil, jadi memang agak kurang," kata Kepala Bagian Sosial Pemerintah Blora Edi Pujianto kemarin. Arifin, warga Pilang, Randublatung, Blora, mengatakan, untuk mendapatkan air, keluarganya harus antre pada malam hari di sebuah mata air yang sudah mengering. "Soalnya, kalau siang, antreannya panjang," ujarnya. Dari pantauan di lapangan, harga air bersih juga melonjak. Untuk air minum yang biasanya dijual Rp 3.500 per 20 liter, kini naik menjadi Rp 5.000. Kekurangan air bersih juga melanda Gunung Kidul dan Sleman, Yogyakarta. Di Gunung Kidul kekurangan air bersih melanda 373 dusun di 54 desa. Hal yang sama dialami 12 ribu warga empat desa di Kabupaten Sleman. Untuk mengatasi hal itu, pemerintah Gunung Kidul telah melakukan dropping air gratis dengan mengerahkan 12 truk tangki. Namun, karena terbatasnya armada, tak semua dusun bisa mendapatkan giliran. "Armada kami terbatas," ujar Kepala Bagian Perekonomian dan Pembangunan Kabupaten Gunung Kidul I Ketut Santosa. Contohnya warga di Pegunungan Seribu. Untuk mendapatkan air, warga terlebih dulu dulu menjual ternaknya, lalu uangnya dibelikan air. Untuk memperoleh satu tangki air berisi 5.000 liter dari penjual swasta, warga harus membayar Rp 100-120 ribu. Di Gunung Kidul sebenarnya terdapat tidak kurang dari 270 telaga yang biasanya menjadi sumber air bagi masyarakat setempat. Namun, saat ini ini 80 persen telaga tersebut kering. Pemandangan serupa bisa ditemui di wilayah Cirebon. Kemarau panjang ini membuat Perusahaan Daerah Air Minum wilayah ini terus mencari sumber mata air baru. Sebab, saat ini pasokan air yang ada sangat minim. "Kami sedang menjajaki sumber mata air di Bebelan dan Kadu Ela, Kabupaten Kuningan," kata Direktur Utama PDAM Kabupaten Cirebon Nasiza Wardadi. Pihaknya juga menandatangani kontrak dengan Kabupaten Kuningan. Nilai investasinya, menurut Nasiza, Rp 2,5 miliar. Saat ini, kata dia, pihaknya harus melayani sekitar 22.300 pelanggan. Dari jumlah itu, 3.800 pelanggan tak mampu dilayani PDAM. Musim kemarau juga menyebabkan 60 hektare lahan hutan di kawasan Gunung Ciremai terbakar. "Sebagian besar disebabkan oleh faktor kelalaian manusia," kata Slamet S. Wastra, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. SUJATMIKO | SYAIFUL AMIN | IVANSYAH Post Date : 28 Agustus 2006 |