|
BANDUNG,(PR).Seolah telah menjadi hal yang biasa, setiap hujan mengguyur Kota Bandung, banjir cileuncang selalu menyergap titik-titik langganan banjir di Kota Bandung dan sekitarnya. Sebut saja, Jln. Kopo, beberapa titik di jalur Soekarno-Hatta termasuk Gedebage, Jln. Moh. Toha tepatnya di Cigereleng-Palasari, Jln. Cibaduyut, dan daerah lainnya. Begitu pula yang terjadi Minggu (23/4) sore, banjir lagi-lagi melanda Bandung dan sekitarnya. Hujan dengan intensitas tinggi disertai kurang berfungsinya saluran air atau drainase menjadi penyebab utamanya. Alhasil banjir setinggi 50 cm lebih kembali menyergap beberapa kawasan dan jalan protokol di Kota Bandung. Kepala Dinas Bina Marga Kota Bandung, Rusjaf Adimanggala mengatakan, penanganan masalah banjir yang selalu melanda Kota Bandung dan sekitarnya bukanlah semata-mata tanggung jawab dari Dinas Bina Marga saja, melainkan tugas semua pihak dan seluruh stake holder yang terkait. Dijelaskan Rusjaf, banjir yang datang setiap kali hujan mengguyur Kota Bandung bukan hanya diakibatkan oleh tidak berfungsinya saluran air dan drainase. Tingginya intensitas hujan akhir-akhir ini menurut Rusjaf juga menjadi penyebabnya. Curah hujan tinggi, sementara saluran drainase tidak mampu menampung, ujarnya. Lebih lanjut dia menuturkan, untuk menangani masalah banjir perlu penanganan serius dalam berbagai skala, yaitu dalam skala kecil, sedang, maupun besar. Penanganan skala kecil dijelaskan Rusjaf adalah pengerukan sedimentasi serta sampah-sampah yang memenuhi saluran drainase. Pengerukan ini terutama harus dilakukan pada kawasan yang berada di pasar dan yang dipadati oleh PKL, ucapnya. Sebab, di kawasan tersebut saluran drainase selalu dipenuhi oleh sampah yang kemudian membuat saluran tidak berfungsi. Akibatnya tentu saja jika hujan datang, air meluap ke jalan, karena tidak bisa masuk ke saluran dan terhalang sampah, ucapnya. Selain itu ujar Rusjaf, penanganan skala kecil adalah dengan normalisasi saluran, gorong-gorong, dan jalan masuk beton tanpa gril. Sementara, untuk skala sedang dan besar, dikatakan Rusjaf, adalah dengan memperbaiki sistem jaringan yang telah mengalami penyempitan, terutama disebabkan oleh tertutupnya saluran air, kali, dan sungai akibat adanya pembangunan fisik. Baik pembangunan secara legal, ilegal, non- permanen, semipermanen ataupun permanen. Menurut Rusjaf, banjir cileuncang yang terjadi akibat luapan sungai Citarip, Citepus, ataupun Cinambo sampai kapan pun akan terus terjadi jika normalisasi tidak dilakukan. Penyempitan di ketiga sungai tersebut, menurut Rusjaf, membuat air meluap setiap kali hujan. Untuk melakukan normalisasi, tidak bisa hanya dilakukan oleh satu instansi saja tetapi perlu kerja sama semua pihak, katanya. Tata guna lahan Selain akibat hujan serta tidak berfungsinya drainase, adanya perubahan tata guna lahan, menurut Rusjaf, juga menjadi penyebab lain terjadinya banjir Cileuncang. Misal yang terjadi di Ujungberung. Sebelumnya kawasan tersebut adalah daerah persawahan dan kolam-kolam ikan. Sementara, saat ini telah beralih fungsi menjadi perumahan yang semuanya serba menggunakan beton. Seharusnya, kata Rusjaf, setiap rumah diharuskan memiliki sumur resapan agar air hujan yang jatuh tidak langsung mengalir ke bagian hilir. Perubahan fungsi lainnya juga terjadi pada saluran drainase. Drainase itu, kan, tidak boleh dibangun tetapi kenyataannya banyak warga yang seolah-olah memiliki saluran pembuangan. Selain itu dibangun menjadi tempat parkir atau halaman rumah mereka, tuturnya. Seharusnya, menurut Rusjaf, warga tidak boleh menutup rapat saluran yang berada di depan gedung atau tempat tinggal. Penutupan saluran ditambah dengan adanya sedimentasi serta penumpukan sampah memperparah kondisi drainase di Bandung. Belum lagi, maraknya bangunan liar atau PKL yang dibangun di atas trotoar. Saluran drainase di bawah trotoar yang ditempati PKL pasti akan terganggu. Sebetulnya, kalau mereka berjualan hanya untuk sementara seperti pada malam hari saja, tidak jadi masalah, tapi yang terjadi para PKL malah menetap dan akhirnya menutup drainase karena sampah yang dihasilkan dibuang ke saluran, kata dia. Secara rutin, dikatakan Rusjaf, Dinas Bina Marga selalu melakukan pengerukan saluran air yang ada di Kota Bandung. Memang diakui Rusjaf, tidak setiap saat pengerukan dilakukan. Kita lihat kondisinya, kalau memang diperlukan, kita keruk. Tetapi yang jelas Dinas Bina Marga mengeruk sampah secara terus menerus, katanya. Namun, dia menyatakan pengerukan tersebut tidak ada artinya kalau perilaku warga masyarakat akan lingkungannya tidak berubah. (A-128/A-157) Post Date : 24 April 2006 |