|
Kupang, Kompas - Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, segera membangun sekitar 10 terminal air atau bak penampung air di setiap titik yang dinilai rawan air bersih. Langkah ini untuk mengurangi wabah diare yang kini merebak. Terminal air akan diisi oleh mobil tangki air. Hal ini juga untuk antisipasi kemungkinan kemarau panjang akibat El Nino. Kepala Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) Wellem Sine, yang ditemui di Kupang, Jumat (13/10), mengakui, penyebab diare yang menewaskan 28 anak balita dari 697 penderita di kabupaten itu adalah kurangnya sumber air bersih. Kasus diare ditemukan di empat kecamatan dari 21 kecamatan di TTS, yakni Nunkolo, KotOlin, Boking, dan Kolbano. Untuk sementara, dibangun 10 titik terminal air dengan ukuran bervariasi di kecamatan tersebut. Masyarakat diminta bertanggung jawab menjaga dan merawat terminal air tersebut. Petugas hanya datang ke lokasi tiga hari sekali melihat persediaan air dan kondisi terminal. Upaya ini untuk mengantisipasi El Nino atau kemarau panjang di Nusa Tenggara Timur. Untuk kegiatan itu Dinas Kimpraswil butuh dana miliaran rupiah. Program ini akan dilakukan bertahap ke kecamatan lain. Ketua DPRD TTS Chris Tallo menambahkan, permukiman penduduk ada di atas perbukitan, sedangkan sumber air bersih sekitar 5 km di kaki bukit dengan tanjakan sekitar 70 derajat. Mereka memelihara ternak babi, sapi, ayam, dan kambing di atas bukit itu. Kotoran ternak-ternak ini jatuh ke sungai dan hewan-hewan itu sering main di sungai. Warga juga membuang hajat, limbah keluarga, dan berbagai jenis kotoran. Tak ada sumber air bersih lain, katanya. Akibat kemarau panjang, air tidak mengalir lagi, tinggal berbentuk kolam-kolam kecil. Tiga tewas Sementara di Desa Oebola, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, dalam satu pekan terakhir ada tiga dari 50 anak balita meninggal karena diare. Mereka adalah Fitran (10 bulan), Amzal Tanone (2 tahun), dan Moses Leu. Dari 615 keluarga di desa itu, sekitar 50 persen tidak memiliki jamban keluarga, 25 persen memiliki jamban darurat, dan 25 persen memiliki jamban permanen. (KOR) Post Date : 14 Oktober 2006 |