Secara Nasional Cakupan Layanan PDAM Baru 45%

Sumber:Media Indonesia - 19 Maret 2008
Kategori:Air Minum

SAAT ini jaringan distribusi air minum yang dikelola Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) baru menjangkau 44% wilayah perkotaan dan hanya 3% untuk wilayah perdesaan di Indonesia. Padahal kapasitas distribusi air minum nasional mencapai 140 kubik/detik, sementara tingkat pemakaian saat ini kurang dari 65 kubik/detik.

Bahkan secara nasional, hingga akhir 2007 cakupan pelayanan PDAM baru 45%. Padahal akhir 2009 pemerintah menargetkan cakupan pelayanan mencapai 66%. Ketidakmerataan distribusi air bersih nasional yang hanya terpusat di perkotaan itu ternyata justru menyebabkan pemborosan tingkat konsumsi air di masyarakat.

"Rata-rata pemakaian air bersih satu keluarga dalam sebulan sekitar 19 kubik atau 19.000 liter (1 kubik = 1.000 liter). Jadi, dalam satu hari setiap keluarga mengonsumsi 633 liter. Bila satu keluarga beranggotakan empat orang, konsumsi air bersih per orang mencapai 158 liter per hari," papar Rachmat Karnadi, Kepala Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM), kepada Media Indonesia, Jumat (14/3).

Di sisi lain, imbuh Rachmat, untuk kebutuhan sehari-hari di permukiman padat yang tidak terlayani jalur PDAM, warga harus membayar sangat mahal untuk mendapatkan air bersih.

"Satu jeriken (20 liter) air bersih dijual antara Rp500-Rp1.000. Jadi harga per kubik air berkisar antara Rp25 ribu hingga Rp50 ribu," tambah Rachmat.

Bagi warga perkotaan yang tidak terlayani oleh jaringan pipa air minum, sumber air minum berasal dari air tanah, air kemasan, atau dari penjual air keliling. Namun, rendahnya tarif yang diberlakukan juga menjadi masalah pokok yang dihadapi 360 PDAM di seluruh Indonesia.

"Saat ini tarif rata-rata masih di bawah Rp2.500, bahkan di beberapa daerah, karena bersumber dari mata air, harga air PDAM bisa di bawah Rp1.000," tutur Rachmat. Hal itu menjadikan operator sulit meraih keuntungan, bahkan 160 PDAM terbelit utang hingga Rp6 triliun. "Kondisi ini sering menjadi alasan bagi operator ketika konsumen menuntut perbaikan fasilitas distribusi," tutur Rachmat.

Tarif ideal untuk pelayanan air minum PDAM, lanjutnya, sebesar Rp3.500 per meter kubik. Dengan besaran tarif tersebut, PDAM bisa meningkatkan pelayanan dan mengembangkan usahanya.

Menurut Rachmat, sebuah PDAM dapat beroperasi secara normal jika tarifnya sekitar Rp2.500-Rp3.500/kubik.

Rachmat juga mengingatkan semua pihak harus secepatnya menghemat pemakaian air. Sebab sebagian besar sumber air bersih PDAM masih berasal dari air tanah, termasuk mata air. Sementara itu, tingkat konsumsi air bersih terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk setiap saat.

"Volume air tanah itu hanya 0,72% dari total 1,4 miliar kubik air di bumi. Padahal air tanah merupakan benteng pencegah perembesan (intrusi) air laut. Meningkatnya eksploitasi terhadap air tanah membuat air laut merembes mengisi rongga yang ditinggalkan air tanah,'' jelasnya.

Saat ini, lanjut Rachmat, intrusi air laut di Jakarta sudah sampai daerah Menteng. Akibat eksploitasi air tanah yang tidak terkendali di Ibu Kota, beberapa daerah seperti kawasan Thamrin mengalami penurunan kontur tanah antara 6 cm-12 cm per tahun.

Selain masalah inefisiensi, tidak adanya pola pemeliharaan jaringan pipa distribusi yang sistematis juga menyebabkan tingkat kebocoran jaringan pipa distribusi air bersih nasional masih sangat tinggi, yakni sekitar 53%.

"Yang dirugikan tentu pelanggan karena kebocoran menyebabkan menurunnya jumlah pasokan air bersih dalam jaringan pipa tersebut," ujar Ketua Badan Regulator Pelayanan Air Minum (BRPAM) DKI Jakarta, Achmad Lanti.

Terkait dengan kualitas air yang disalurkan operator, Achmad mengakui, dua operator swasta pengelola air bersih di DKI Jakarta. PT Palyja dan Thames PAM Jaya (TPJ) belum sepenuhnya mencapai ambang batas yang ditetapkan lembaganya.

Dalam mengukur ambang batas standar kualitas kesehatan air bersih yang dikelolanya, para operator selama ini berpatokan pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990. Beberapa parameter yang dipakai di antaranya terkait dengan kandungan biologi, kimiawi, radioaktif, serta tampilan fisik.

"Rata-rata baru mencapai 90% kualitas air bersih yang diatur dalam permenkes itu. Kami akan terus memeriksa secara cermat terkait kualitas, kuantitas dan kesinambungan distribusi air yang dilakukan operator," kata Achmad. (*/S-2)



Post Date : 19 Maret 2008