Sebulan Mengungsi di Hutan

Sumber:Kompas - 28 Maret 2008
Kategori:Banjir di Luar Jakarta

Lamongan, Kompas - Tiga desa di wilayah Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, hingga Kamis (27/3) mirip waduk. Rumah, jalan, dan persawahan terendam air luapan Bengawan Solo setinggi 1 meter - 3 meter. Tak ayal, tiga desa itu, Dateng, Gelap, dan Jabung, selama sebulan terakhir terisolasi. Warga memilih mengungsi ke hutan.

Warga Desa Dateng dan Gelap mengungsi di Alas Dandu, sedangkan warga Desa Jabung sebagian bertahan di rumah dengan membuat antro (papan yang ditinggikan) atau mengungsi di lantai dua masjid.

Kondisi warga yang mengungsi di hutan memprihatinkan. Bahkan ada yang satu tenda diisi empat kepala keluarga. Mereka juga masih harus berbagi dengan ternak mereka. Untuk hidup, mereka hanya mengandalkan bantuan. Sebab, mereka tidak memiliki pekerjaan sejak permukiman mereka terendam.

Saat ditemui Kompas, keluarga Sujono terlihat tinggal dalam satu tenda bersama ternak sapi mereka. Sebagai tanda hanya dipisahkan kayu pembatas. "Ya begini, makan dan tidur bareng sapi," kata Sujono.

Solihan, warga lainnya, mengeluhkan nasib mengungsi di hutan. Mereka bukan saja rentan terhadap penyakit, tetapi juga perlu mewaspadai binatang buas. "Hampir setiap hari saya membunuh ular. Ada juga kelabang dan kalajengking. Ya bagaimana lagi, memang tinggal di hutan. Sementara sebagian anak-anak banyak yang mengalami gatal-gatal dan diare. Mungkin kedinginan," tuturnya.

Tidak sekolah

Anak-anak yang ikut orangtuanya mengungsi praktis tidak bisa pergi ke sekolah. Ada delapan siswa SMP Negeri 2 Laren tidak bisa sekolah karena mengungsi di hutan Alas Dandu. Arifin, salah seorang siswa kelas XI, mengatakan, biaya perjalanan ke sekolah sedikitnya pergi pulang untuk naik perahu dibutuhkan uang Rp 15.000. Kalau dihitung selama sebulan, akan lebih mahal daripada biaya sekolah. "Ya selama di hutan ini saya tidak pernah sekolah. Uang dari mana, ayah ibu tidak bekerja," katanya.

Menurut Kunti, warga lainnya, untuk memperoleh penghasilan warga mencari kayu di hutan. Setiap pikul laku dijual Rp 20.000. Bila bisa diangkut perahu sampan sendiri dan dijual ke Pasar Keduyung, barulah bisa mendapatkan uang utuh. "Tetapi kalau tidak punya perahu sendiri, ya tinggal bawa duit Rp 5.000 sampai Rp 10.000 per pikul," tutur Kunti.

Hingga saat ini bantuan untuk warga sangat terbatas. Bantuan juga sulit didistribusikan karena harus menggunakan perahu yang tidak bisa membawa bantuan dalam jumlah banyak. Akses jalan masih terendam sehingga menjadi faktor penghambat.

Tanggul jebol

Sementara itu, tanggul sungai di Kelurahan Ketapang, Kecamatan Kademangan, Kota Probolinggo jebol tiga kali dalam dua bulan terakhir. Akibatnya, tanaman para petani rusak diterjang luapan air sungai. Terakhir, tanggul jebol pada Rabu (26/3) malam, bersamaan dengan turunnya hujan di Kota Probolinggo. Meski hanya merusak sekitar satu hektar tanaman padi, petani khawatir jika tidak segera dibangun tanggul permanen, kejadian serupa akan berulang lagi.

Ketika ditemui pada Kamis, sejumlah warga sedang bekerja menutup jebolan tanggul menggunakan sand bag. Lebar jebolan sekitar 5 meter. Selain rusak akibat terjangan air, petani dirugikan dengan banyak sampah yang berserakan di sawah. Pasalnya, sungai yang membelah hamparan sawah di Kelurahan Ketapang itu berada di bagian hulu setelah melalui terminal dan kawasan permukiman.

Menurut Ketua Kelompok Tani Sinar Pagi Mukhlis, jebolnya tanggul yang pertama dan kedua terjadi pada Februari. Peristiwa ini bersamaan dengan turunnya hujan sehingga volume air sungai meningkat dibanding kondisi normal. "Saya melaporkan kejadian itu pada pada Pemerintah Kota Probolinggo, tetapi tidak ada tanggapan. Baru setelah kejadian yang ketiga kali, para pejabat datang," kata Mukhlis. Warga dijanjikan bahwa tanggul akan dibangun mulai Juni.

Pada Rabu malam, Kelurahan Tisnonegaran, Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo, kembali dilanda banjir. Ketinggian air mencapai mata kaki orang dewasa. Air masuk ke sejumlah perumahan warga. Banjir merupakan kejadian langganan di daerah tersebut. Ini disebabkan saluran sekunder di wilayah itu meluap. (ACI/LAS)



Post Date : 28 Maret 2008