|
Jakarta, Kompas - Sebelas proyek baru Mekanisme Pembangunan Bersih atau MPB menunggu dievaluasi tim teknis MPB. Hingga kini Komisi Nasional MPB, lembaga tertinggi pemberi persetujuan di sebuah negara, sudah menyetujui 47 proyek, 14 di antaranya sudah terdaftar di Badan Eksekutif Kerangka Kerja PBB untuk Konvensi Perubahan Iklim. Pembahasan di tim nasional MPB adalah satu tahap di bawah persetujuan Komnas MPB, sebelum tahap pendaftaran di Badan Eksekutif Kerangka Kerja PBB untuk Konvensi Perubahan Iklim (EB-UNFCCC). ”Tim teknis akan membahas aspek pembangunan berkelanjutan dari setiap dokumen desain proyek yang diajukan,” kata tenaga staf Sekretariat Komnas MPB, Joselito, di Jakarta, Senin (28/4). Proyek MPB atau clean development mechanism berada di bawah skema Protokol Kyoto, yang memungkinkan semua pihak mengajukan proyek pengurangan emisi pembentuk gas rumah kaca dari aktivitas industri atau non-industri yang ramah lingkungan. Bila disetujui Badan Eksekutif PBB, pengembang proyek akan menerima sertifikat pengurangan emisi (certified emission reductions/CERs). Selanjutnya, CERs bisa diperjualbelikan kepada industri di negara maju (negara Annex 1) untuk memenuhi target pengurangan emisi. Sejumlah lembaga menilai proses pengajuan proyek MPB masih terlalu rumit. Data UNFCCC per 25 April 2008 menunjukkan, total proyek yang terdaftar di Badan Eksekutif sebanyak 1.029 dokumen desain proyek (project design document) dari 49 negara. Dari 14 proyek yang berasal dari Indonesia, baru satu yang disetujui Badan Eksekutif, yakni proyek penggunaan bahan bakar alternatif PT Indocement Tunggal Prakarsa. Total CERs yang diterima Indocement dalam dua tahap sebanyak 80.967. ”Satu proyek lagi segera menyusul, sekarang sedang ada sedikit kajian,” kata Sekretaris Komnas MPB Prasetyadi Utomo. Proyek itu dikembangkan PT Indotirta Suaka, yang mengolah limbah cair peternakan babi dengan menangkap dan menghancurkan metana—salah satu unsur penting pembentuk gas rumah kaca penyebab pemanasan global. Menurut Prasetyadi, pengajuan proyek setahun terakhir meningkat pesat. Tiga bulan pertama tahun ini, 23 proyek diajukan ke Komnas MPB. Pertumbuhan lambat Dilihat dari jumlah, pertumbuhan proyek MPB di Indonesia dinilai lambat dibandingkan dengan negara lain. Demikian dikatakan Direktur Yayasan Pelangi Moekti Soerachman. Data UNFCCC menyebutkan, dari 49 negara pengembang proyek MPB, 5 negara dengan proyek terbanyak, yaitu India (333 proyek), China (198), Brasil (138), Meksiko (104), Malaysia (27). Hingga 25 April 2008, jumlah CERs yang dikeluarkan Badan Eksekutif 136.902.726, dengan jumlah terbanyak China (40,1 juta CERs), India (39,2 juta), Korea Selatan (23,3 juta), Brasil (19,4 juta), dan Vietnam (4,4 juta). Kemunculan Vietnam di posisi keenam itu mengejutkan karena jumlah proyek MPB hanya dua. Menurut Moekti, secara teknologi Indonesia tak ketinggalan dibandingkan dengan negara lain. Begitu pula dalam hal aturan main pengembangan proyek. ”Kendalanya lebih pada soal investasi secara umum,” katanya. Proses pengajuan proyek MPB butuh investasi awal ratusan juta rupiah. Sayangnya, skema pendanaan untuk investasi ramah lingkungan, seperti proyek MPB, belum kuat. ”Kalaupun ada, porsinya tidak besar,” katanya. (GSA) Post Date : 29 April 2008 |